LPEM UI Sebut Indonesia Harus Terapkan Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan

Jumat, 18 Maret 2022 – 10:07 WIB
LPEM UI mengatakan Indonesia haru menerapkan pemulihan berkelanjutan alias sustainable recovery atau perbaikan ekonomi sekaligus lingkungan. Foto: LPEM UI

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah mengatakan Indonesia haru menerapkan pemulihan berkelanjutan alias sustainable recovery sehingga bisa memperbaiki lingkungan sekaligus ekonomi nasional.

Menurutnya, pandemi Covid-19 menjadi momentum yang menyebabkan berbagai taget SDGs yang sudah ditetapkan sebelumnya berisiko sulit tercapai.

BACA JUGA: Mentan SYL: Saya Ingatkan Sektor Pertanian Mampu Menopang Petumbuhan Ekonomi

“Kita bisa memanfaatkan situasi krisis pandemi ini untuk memforward menuju masa depan yang bukan lagi kembali ke situasi sebelumnya, tetapi lebih baik dengan sustainable recovery,” kata dia dalam webinar Stockholm+50: a healthy planet for the prosperity of all - What are Indonesia’s lessons learned? yang digelar UNDP, Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Swedia di Jakarta bersama Katadata pada Kamis (17/3).

Alin menilai penerapan pemulihan ekonomi berkelanjutan, perlu mempertimbangkan berbagai aspek jauh ke depan.

BACA JUGA: Peneliti BRIN: Saatnya Membangun Ekonomi Hijau

Dia mencontohkan seperti dampak apa saja yang mungkin diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan yang ada saat ini.

"Terlepas apakah kebijakan tersebut sudah mengarah pada ekonomi hijau atau masih berupa kebijakan konvensional," ucapnya.

BACA JUGA: Pemerintah Atur Strategi Pacu Ekonomi Mandalika, Tak Hanya Fokus ke MotoGP

Selain itu, Indonesia perlu melihat lebih jauh dampak negatif dari kebijakan business as usual, ini sama artinya Indonesia sedang memitigasi future losses atau kerugian di masa depan.

“Mungkin benefitnya tidak terlihat, tapi kita ingin menghindari bencana di masa depan,” tutur Alin.

Menurut Alin, selama ini, khususnya saat pagebluk, kebijakan ekonomi yang diambil oleh Indonesia dinilai memberikan kontribusi negatif lebih banyak terhadap lingkungan.

Oleh karena itu, untuk benar-benar menerapkan green economy, Indonesia sangat perlu memerhatikan permasalahan global yang terjadi saat ini, yakni perubahan iklim.

"Yang harus kita lakukan saat ini adalah dekarbonisasi, yang aksinya berupa mitigasi dan adaptasi,” tegasnya.

Selain itu, harus pula mempertimbangkan permasalahan yang terjadi di dalam negeri, yaitu berupa eksploitasi sumber daya alam dan penurunan kualitas lingkungan.

Hal ini dapat diatasi dengan menerapkan ekonomi melingkar (circular economy) dan membuat safe guard yang kuat, khususnya untuk perbaikan permasalahan lingkungan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran Arief Anshory Yusuf menilai di samping green economy, pemerintah juga harus mendorong pertumbuhan inklusif dari sisi social.

Artinya, lanjut dia, saat ini hars mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan mampu bertahan lama, suatu negara harus terlebih dulu melakukan pemerataan sosial.

“Untuk kasus Indonesia, khususnya di daerah yang pendapatannya ditopang oleh sumber daya alam dia tinggi tapi fragile. Kadang tinggi, kadang rendah. Frigile itu agak berbahaya, tidak sustain,” jelas dia.

Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Norimasa Shimomura menyebutkan seluruh pihak, mulai dari dunia usaha, masyarakat, hingga akademisi harus membantu mewujudkan ekonomi kuat dan lingkungan yang sehat.

Sebab, dengan ilmu yang dikembangkan oleh para akademisi, akan lebih mudah untuk memahami sebab dan akibat yang terjadi dalam persoalan lingkungan.

“Kami juga telah belajar bahwa tantangan sebesar ini tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah sendiri. Dibutuhkan pendekatan masyarakat, atau lebih tepatnya, pendekatan dunia untuk menangani dan akademisi menempati tempat penting dalam formula ini. Dengan cara itu tidak meninggalkan siapa pun,” kata

Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor Leste dan ASEAN, Marina Berg mengapresiasi salah satu cara Indonesia untuk membantu mewujudkan lingkungan yang lebih hijau, salah satunya dengan penerbitan sukuk hijau atau green sukuk Syariah.

Kendati demikian, untuk memperbaiki krisis lingkungan yang saat ini sudah banyak terjadi, Indonesia memerlukan lebih banyak lagi inovasi-inovasi luar biasa. Khususnya inovasi yang dapat memperlambat perubahan iklim, mengurangi pencemaran lingkungan, hingga menjaga ekosistem yang ada.

“Ini adalah perkembangan yang luar biasa, namun dengan triliunan dolar yang dipertaruhkan di Indonesia saja, diperlukan lebih banyak inovasi,” tukas Marina.

Dunia internasional mendorong peran Indonesia untuk mengedepankan isu perubahan iklim dan pemulihan hubungan manusia dengan planet bumi di perhelatan Stockholm +50, terutama mengingat kepimpinan Indonesia di G-20 tahun ini.

Perhelatan Stockholm +50 yang akan digelar 2-3 Juni mendatang juga bertepatan dengan peringatan 50 tahun sejak Deklarasi Stockholm diadopsi di pertemuan PBB pertama terkait lingkungan hidup di Stockholm.

Deklarasi ini merupakan pernyataan dunia pertama yang menjelaskan interkoneksi antara pembangunan, kemiskinan dan lingkungan hidup. Pertemuan Stokcholm +50 juga akan membahas kelangsungan lingkungan hidup dunia setelah dunia dihantam pandemi. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler