Peneliti BRIN: Saatnya Membangun Ekonomi Hijau

Rabu, 16 Maret 2022 – 21:24 WIB
Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna dan peneliti BRIN I Wayan Susi Dharmawan. Foto: tangkapan layar YouTube Belantara Foundation

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah memperkirakan potensi pendapatan perdagangan karbon sekitar Rp 8 ribu triliun dari hutan, mangrove, dan lahan gambut.

 

BACA JUGA: Ganjar Pranowo Terpesona pada Wisata Mangrove di Balikpapan

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, hal itu tidak mengherankan karena luasnya hutan dan lautan yang ada.

Setidaknya, kata dia, terdapat lima sektor penyumbang emisi karbon.

BACA JUGA: Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Sampai Tahap Pengkajian, Lanjutkan

 

Yaitu, kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk.

BACA JUGA: Tekan Emisi Karbon, PT Tunas Artha Pratama Bersinergi dengan Perusahaan Asal Taiwan

Karena itu, penting membangun kesadaran akan manfaat perdagangan karbon.

"Karena itu, kami gelar edukasi untuk memberikan gambaran secara jelas tentang potensi ekonomi melestarikan hutan," kata Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna.

Hal itu dikatakannya dalam pelatihan bertajuk Nilai Ekonomi dan Pendugaan Karbon Hutan secara daring, Rabu (16/3).

Pelatihan ini akan membantu meningkatkan pengetahuan tentang teknis penghitungan dan kebijakan terkini terkait karbon hutan.

Selain itu, kontribusinya terhadap NDC (Nationally Determined Contribution) yang menjadi komitmen pemerintah mendukung penurunan emisi karbon global.

“Kami berharap para praktisi konservasi dan peneliti bisa saling berbagi pengalaman dan keterampilan dalam pelestarian hutan di Indonesia,” kata Dolly. 

Lebih lanjut, Belantara Learning Series (BLS) merupakan program peningkatan kapasitas untuk para mahasiswa, akademisi, praktisi, peneliti, serta pengelola sumber daya alam dan keanekaragaman hayati dari Belantara Foundation.

Program ini mendukung upaya proteksi dan restorasi hutan, penelitian, pemberdayaan masyarakat, serta aksi iklim. 

BLS juga merupakan program kolaborasi antara Belantara dan institusi lintas sektor.

Yakni, Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan konsultan lingkungan PT Gaia Eko Daya Buana.

"Mahasiswa dan masyarakat umum yang berpartisipasi bisa memperkaya pengetahuannya dalam penghitungan emisi karbon serta nilai ekonomi," tuturnya.

Peneliti BRIN I Wayan Susi Dharmawan menyebutkan, belum banyak terdengar manfaat hutan selain sisi kesehatan dan lingkungan.

Sebab, narasi yang beredar di masyarakat hanya dua manfaat tersebut.

Namun, kini semua pihak perlu melirik sudut pandang lain mengenai manfaat melestarikan hutan, yaitu insentif penurunan emisi dari keberadaan hutan. 

"Indonesia memiliki area hutan penyimpan cadangan karbon yang sangat luas. Ke depan sangat penting untuk mengimplementasikan pembangunan ekonomi hijau," kata I Wayan Susi Dharmawan. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Periset BRIN: Yang Kuasai AI pada 2030 Akan Pimpin Dunia hingga 2100


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Mesya Mohamad, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler