jpnn.com - JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selalu memberikan hak kepada korban sesuai dengan aturan yang ada. Termasuk untuk termasuk korban aksi terorisme.
Hal ini disampaikan pihak LPSK menanggapi tudingan anggota Komisi III DPR Nasir Djamil. Politikus PKS itu menuduh LPSK mempersulit pemenuhan hak korban terorisme.
BACA JUGA: PNS Kena Rasionalisasi Diarahkan untuk Berwiraswasta
“Tidak benar, karena berpatokan pada UU Perlindungan Saksi dan Korban justru korban terorisme merupakan korban yang mendapat prioritas diberikan perlindungan oleh LPSK”, tegas Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu dalam keterangannya, Sabtu (4/6).
Pada kasus Bom Thamrin, LPSK justru lembaga yang sampai saat ini memberikan pemenuhan hak kepada korban. Hal ini dikarenakan pada perkembangannya, kementerian, lembaga, dan instansi yang awalnya memberikan bantuan, justru menarik diri.
BACA JUGA: Komnas Anak: Culik Anak Sendiri Harus Dipidana
"LPSK sampai saat ini tidak menarik diri dalam memberikan pemenuhan hak korban terorisme, termasuk fasilitasi perawatan korban yang ingin dirawat di daerah asalnya," tambah Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
Pada kasus yang sama juga LPSK berinisiatif jemput bola, tidak menunggu adanya permohonan perlindungan dari para korban. Inisiatif jemput bola juga dikarenakan kondisi korban dan kedaruratan saat itu yang tidak memungkinkan jika diharuskan datang dulu ke LPSK.
BACA JUGA: Mabes Pastikan Pilot Helikopter Tewas
Selain jemput bola, LPSK juga melakukan koordinasi ke berbagai instansi baik Kemensos maupun Pemprov DKI Jakarta yang sempat juga memberikan bantuan tanggap darurat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggunaan anggaran ganda.
“Setelah masa tanggap darurat usai, tidak seperti instansi lain, LPSK tetap memberikan bantuan," kata Edwin.
Terkait kasus Bom Marriot yang dikeluhkan Nasir, LPSK masih terus berkomunikasi kepada korban melalui Yayasan Penyintas dan beberapa LSM lain.
LPSK menyampaikan bahwa beberapa korban terorisme masa lalu pun sudah diberikan bantuan. Seperti korban Bom Bali I dan II, berkat informasi intensif dari Yayasan Penyintas dan Yayasan Isyana Dewata, LPSK bisa memberikan bantuan.
Sebanyak 11 orang korban Bom Bali diberikan rehabilitasi medis dan psikologis sejak Oktober tahun lalu. Ke depan LPSK juga mengupayakan secara maksimal pemenuhan hak korban yang sama bisa diberikan ke korban terorisme lain.
LPSK juga mengingatkan adanya PP 44 tahun 2008 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. "PP tersebut mensyaratkan adanya keterangan sebagai korban yang dikeluarkan kepolisian," pungkas Edwin. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rasionalisasi PNS Bakal Berlangsung Delapan Tahun
Redaktur : Tim Redaksi