LPSK Dampingi Saksi & Korban TPKS Terhadap Anak oleh Oknum Guru Mengaji di Purwakarta

Minggu, 09 Juni 2024 – 15:10 WIB
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Nurherwati (kiri). Foto: Nur Fidhiah Shabrina/JPNN.com

jpnn.com - BANDUNG - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada saksi dan korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap anak yang dilakukan oleh oknum guru mengaji di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. 

Perlindungan itu diberikan terhadap 15 korban dan sembilan anggota keluarga. Upaya perlindungan yang diberikan berupa pendampingan dalam proses hukum, rehabilitasi psikologis dan psikososial.

BACA JUGA: Begini Info dari LPSK soal Saksi Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

“Untuk proses hukum di Purwakarta, terlindung LPSK saksi dan korban ada 15 orang dan itu anak-anak semua. Orang tuanya ada sembilan, jadi total 24. Masih ada sembilan saksi yang belum diperiksa,” kata Wakil Ketua LPSK Nurherwati di Bandung, Jawa Barat, Minggu (9/6).

Adapun, saat ini proses hukum terhadap terdakwa perkara pencabulan belasan anak oleh pelaku oknum guru mengaji di Purwakarta, Jawa Barat, tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Purwakarta.

BACA JUGA: Marak Eksploitasi Seksual Perempuan di Medsos, Aktivis Harap UU TPKS Diberlakukan

Terdakwa, Opan Sopandi (46), sebelumnya ditangkap jajaran Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purwakarta pada Desember 2023 lalu setelah melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap belasan anak didiknya.

Total ada 15 anak yang mengalami kejadian tersebut. Saat ini, para anak yang menjadi korban itu mendapat perlindungan dari LPSK.

BACA JUGA: Komandan KKB Petrus Pekei Terlibat Pemerasan, Kekerasan, Kepemilikan Senjata Api

Menurut Nurherwati, para korban juga didampingi tim LPSK saat memberikan keterangan di persidangan.

Dia menambahkan dalam persidangan terungkap fakta bahwa pelaku tidak hanya melakukan aksi bejatnya di lingkungan wilayah Pondok Salam, tetapi juga saat kegiatan outing.

Kemudian, istri dari pelaku mengetahui perbuatan bejat suaminya sejak lama.

“Fakta barunya, intensitas kekerasan seksual tadinya hanya di dalam tempat mengaji, ternyata dilakukan di luar kelas juga ada anak-anak yang mengalami. Istri pelaku sebenarnya tahu," ungkapnya.

Nurherwati menambahkan bahwa para korban ini sebenarnya sudah menerima pencabulan sejak kecil.

"Ada yang dari kelas 2 SD, dan sekarang rata-rata sudah kelas 2 SMP,” katanya.

Namun, lanjut dia, saat ini baru ada 15 orang yang berani melapor dan memberikan kesaksian.

Laporan itu tidak hanya datang dari keluarga korban, melainkan masyarakat setempat.

Lebih lanjut Nurherwati mengatakan dalam perkara TPKS ini, korban kerap mengalami intimidasi dan stigma dari masyarakat sekitar.

Untuk itu, sosialisasi LPSK dilakukan supaya masyarakat memahami pentingnya rasa aman dan nyaman bagi para saksi dan korban dalam memberikan keterangan di persidangan.

Selanjutnya, LPSK pun mendorong pemerintah desa untuk mendukung dan mengingatkan bahwa masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pemulihan korban.

Dalam kegiatan ini, LPSK bekerja sama dengan Dinas Sosial P3A Kabupaten Purwakarta dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat.

Pada 2023, permohonan perlindungan dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual dari wilayah Jawa Barat merupakan tertinggi ketiga yang mengajukan permohonan ke LPSK.

Mayoritas TPKS terjadi di lingkungan rumah tangga dan di lembaga pendidikan, khususnya berbasis asrama. (mcr27/jpnn)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Nur Fidhiah Sabrina

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler