LPSK: Proses Hukum Kepada Pelaku Eksploitasi Anak di Penjaringan

Sabtu, 25 Januari 2020 – 12:05 WIB
Ilustrasi tindak kekerasan terhadap anak. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo mendukung aparat penegak hukum memproses para pelaku perdagangan dan eksploitasi anak di bawah umur secara seksual dan ekonomi di Penjaringan, Jakarta Utara.

Menurut dia, selain proses hukum, hal lain yang juga tidak kalah penting adalah memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban. Dia menegaskan LPSK siap memberikan perlindungan kepada anak yang menjadi korban, sebagaimana diamanatkan Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

BACA JUGA: Tiga Instruksi Jokowi Cegah Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Menurut Antonius, inti dari kedua pasal tersebut adalah anak korban kekerasan seksual dan atau korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berhak atas perlindungan dari LPSK. Serta dapat mengakses layanan yang disediakan negara melalui LPSK, mulai bantuan medis, rehabilitasi psikologis maupun rehabilitasi psikososial. 

“LPSK berharap kasus tersebut dapat diproses berdasarkan UU Perlindungan Anak dan sekaligus UU Pemberantasan TPPO,” kata Antonius.

BACA JUGA: Cinta Laura Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Seperti diberitakan, Polda Metro Jaya sebelumnya membongkar sindikat perdagangan dan eksploitasi anak di bawah umur di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Polisi menangkap enam tersangka, yakni R alias mami A, mami T, D alias F, A, TW dan E, Senin (13/1) lalu.

Dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Selasa (21/1), Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan sindikat itu telah memperdagangkan sekitar 10 anak di bawah umur. Anak-anak itu dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial, di sebuah kafe, Jalan Rawa Bebek, RT 02/RW 13, Penjaringan.

BACA JUGA: LPSK: Saatnya Negara Ambil Keputusan

Menurut Antonis, polisi dapat langsung memintakan perlindungan kepada LPSK untuk anak-anak tersebut, kalau akan memproses kasus ini berdasarkan UU Pemberantasan TPPO.

Namun, lanjut dia, seandainya diproses menggunakan UU Perlindungan Anak, elemen masyarakat yang peduli dengan perlindungan anak seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun lembaga bantuan hukum (LBH) bersedia menjadi pendamping dan memintakan perlindungan ke LPSK. 

“Berdasarkan kewenangan yang dimandatkan UU Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK RI juga bisa melakukan tindakan proaktif untuk memberikan perlindungan bagi anak korban,” kata Antonius. 

Antonius melanjutkan, kementerian/lembaga atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang memiliki tugas, pokok dan fungsi perlindungan anak,  dapat mengambil peran sebagai pendamping dan memohonkan perlindungan bagi anak korban ke LPSK. 

“Langkah selanjutnya, LPSK akan menggandeng K/L dan SKPD/pemda terkait untuk bersama-sama memberikan perlindungan dan layanan medis, psikologis, psikososial, dan hak lainnya bagi anak korban pelacuran atau TPPO itu,” ujar Antonius.

Ia menjelaskan, menurut UU Perlindungan Anak maupun UU Pemberantasan TPPO, pemerintah pusat dan daerah mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab pada masalah perlindungan anak dan penanganan korban.(boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler