YOGYAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tetap menyiapkan Video Conference (VCR) bagi saksi kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, pada persidangan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta.
Anggota LPSK, Teguh Soedarsono, dalam diskusi bertajuk pengadilan militer, “Apakah adil?” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Rabu (12/6), mengatakan, diizinkan atau tidak, LPSK tetap mempersiapkan VCR.
"VCR merupakan media alternatif yang dapat digunakan saksi dalam memberikan keterangan di persidangan,jika merasa terancam atau ketakutan,” kata Teguh dalam siaran pers LPSK.
Kendati demikian, Teguh menyatakan LPSK sampai saat ini belum menerima balasan resmi dari Mahkamah Agung atas surat yang disampaikan 23 April 2013 lalu. Dia menyatakan, ketentuan pasal 9 Undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan penggunaan VCR dapat dilakukan cukup dengan persetujuan hakim.
“LPSK telah menyiapkan surat kepada Kepala Pengadilan Militer dan Ketua Majelis Hakim yang akan ditunjuk terkait permohonan izin penggunaan VCR tersebut,” katanya.
Menurut Teguh surat itu nantinya akan dilampirkan hasil penilaian psikologis terhadap 42 saksi yang masuk program perlindungan LPSK. "Kami berharap Kadilmil dan Ketua Majelis Hakim dapat membaca hasil penilaian tim ahli psikolog dan mempertimbangkan penggunaan VCR bagi para saksi tersebut,” jelasnya.
Hasil dari tim ahli psikologitu, kata dia, akan diserahkan kepada LPSK pada 17 Juni 2013. Teguh berharap, para pihak mendukung upaya perlindungan LPSK terhadap para saksi dalam kasus penyerangan di LP Cebongan. “Agar tercipta peradilan yang adil (fair trial) bagi saksi dan khususnya bagi korban penyerangan,” terangnya. (boy/jpnn)
Anggota LPSK, Teguh Soedarsono, dalam diskusi bertajuk pengadilan militer, “Apakah adil?” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Rabu (12/6), mengatakan, diizinkan atau tidak, LPSK tetap mempersiapkan VCR.
"VCR merupakan media alternatif yang dapat digunakan saksi dalam memberikan keterangan di persidangan,jika merasa terancam atau ketakutan,” kata Teguh dalam siaran pers LPSK.
Kendati demikian, Teguh menyatakan LPSK sampai saat ini belum menerima balasan resmi dari Mahkamah Agung atas surat yang disampaikan 23 April 2013 lalu. Dia menyatakan, ketentuan pasal 9 Undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan penggunaan VCR dapat dilakukan cukup dengan persetujuan hakim.
“LPSK telah menyiapkan surat kepada Kepala Pengadilan Militer dan Ketua Majelis Hakim yang akan ditunjuk terkait permohonan izin penggunaan VCR tersebut,” katanya.
Menurut Teguh surat itu nantinya akan dilampirkan hasil penilaian psikologis terhadap 42 saksi yang masuk program perlindungan LPSK. "Kami berharap Kadilmil dan Ketua Majelis Hakim dapat membaca hasil penilaian tim ahli psikolog dan mempertimbangkan penggunaan VCR bagi para saksi tersebut,” jelasnya.
Hasil dari tim ahli psikologitu, kata dia, akan diserahkan kepada LPSK pada 17 Juni 2013. Teguh berharap, para pihak mendukung upaya perlindungan LPSK terhadap para saksi dalam kasus penyerangan di LP Cebongan. “Agar tercipta peradilan yang adil (fair trial) bagi saksi dan khususnya bagi korban penyerangan,” terangnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin: Hapus Pekerja Anak di Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi