jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdhatul Ulama Pengurus Besar NU (LPT PBNU) menyoroti sejumlah persoalan yang terjadi di perguruan tinggi belakangan ini.
Pertama, terkait maraknya perilaku pelecehan seksual di berbagai perguruan tinggi baik yang diungkap ke publik ataupun yang diselesaikan secara diam-diam di dalam perguruan tinggi dengan alasan aib institusional.
BACA JUGA: Kemnaker Ajak Semua Pihak Bekerja Sama Mencegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja
Isu yang kedua yakni pemahanan pihak penyelenggara perguruan tinggi terkait dengan inklusivitas penyelenggaraan perguruan tinggi juga menjadi persoalan mendasar.
Sehingga penyalahgunaan relasi kuasa dalam penyelenggaraan perguruan tinggi baik pembelajaran maupun pelayanan akademik potensial menimbulkan pelecehan dan kekerasan seksual.
BACA JUGA: Rektor UNU Gorontalo Diduga Lakukan Kekerasan Seksual Terhadap 11 Orang
Isu yang ketiga yakni sulitnya menangani persoalan pelecehan seksual di dalam institusi perguruan tinggi karena seringkali melibatkan petinggi, orang berpengaruh, atau orang penting perguruan tinggi.
Sehingga pihak internal yang menangani tidak cukup kuat dan berani menindaklanjuti laporan pelecehan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.
BACA JUGA: Dinonaktifkan dari Ketua BEM UI Gegara Dugaan Kekerasan Seksual, Melki Sedek Berkata Begini
Hal ini disoroti pengurus LPT PBNU Mustadin Taggala dalam diskusi bersama Kemendikbudristek dalam rencana revisi Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual nomor 30 tahun 2021 bertempat di lt 2 Kemendikbudristek (9/7/2024).
Mustadin menyampaikan aturan yang telah disahkan Mendikbudristek sebelumnya sudah cukup baik, tetapi perlu ada penyempurnaan termasuk beberapa hal.
Yakni regulasi tersebut harus betul-betul mampu menjadi payung yang memastikan pemahaman para penyelenggara perguruan tinggi tentang Pelecehan dan Kekerasan Seksual yang baik.
Selanjutnya, regulasi atau Permen yang akan mengatur Pencegahan dan penanganan pelecehan dan kekerasan seksual diperguruan tinggi ini diharapkan inline dengan kebijakan pemantauan kualitas perguruan tinggi yang sudah ada.
Hal ini akan memastikan bahwa syarat kualifikasi perguruan tinggi yang berkualitas ialah perguruan tinggi yang secara serius mengantisipasi dan menangani kejadian pelecehan atau kekerasan seksual di lingkungan kampusnya secara optimal.
Tentu yang juga penting yakni kesiapan anggaran pemerintah untuk menginplementasikan regulasi ini. Karena kapan isu itu dianggap serius oleh negara akan tergambar dari regulasi yang ada dan anggaran yang memadai.
"Tanpa itu artinya pemerintah belum begitu serius menangani persialan laten pelecehan dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan ini,” tegas Mustadin.
Hadir dalam diskusi tersebut selain dari Perwakilan Lembaga dibawah PBNU juga hadir dari perwakilan PP Muhammadiyah serta para staf ahli dan staf khusus di lingkungan Kemendikbudristek.(dkk/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad