Luar Negeri Berang, Dalam Negeri Mengecam

Minggu, 01 Desember 2013 – 08:03 WIB

jpnn.com - KETEGANGAN menyelimuti Laut Tiongkok Timur selama lebih dari sepekan terakhir. Jepang dan Tiongkok, yang memperebutkan Kepulauan Senkaku atau Kepulauan Diaoyu, saling pamer kekuatan militer.

 

Setelah Tokyo mempermasalahkan kapal-kapal Tiongkok yang berlayar di perairan sengketa, giliran Beijing yang melarang pesawat-pesawat Jepang untuk melintasi langit Laut Tiongkok Timur tanpa izin.
 
Pada 23 November lalu, Tiongkok memberlakukan zona pertahanan udara di perbatasannya dengan Jepang. Kawasan yang bernama Air Defense Identification Zone atau Zona Identifikasi Pertahanan Udara itu lebih dikenal sebagai ADIZ. Sesuai dengan namanya, kawasan tersebut menjadi zona terbatas. Setiap pesawat yang akan melintasi zona itu harus meminta izin atau menyampaikan pemberitahuan kepada Beijing.

BACA JUGA: Massa Segel Kantor Pemerintahan

ADIZ anyar tersebut jelas memantik reaksi keras Jepang. Negara tetangga Tiongkok yang berbagi perbatasan di Laut Tiongkok Timur itu berang. Tokyo menentang keras penerapan ADIZ di perbatasan dua negara. Protes Jepang tersebut menuai dukungan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel). Sebagai sekutu Negeri Sakura, AS dan Korsel pun menyatakan penolakan mereka terhadap ADIZ.

BACA JUGA: Asik Dugem, Kejatuhan Helikopter

Pemerintahan Presiden Xi Jinping lantas menghadapi tekanan. AS dan sekutunya di Asia mendesak Beijing mencabut penerapan ADIZ. Tidak hanya lewat pernyataan, Washington juga mengirimkan dua pesawat pengebom, B-52, dari pangkalan militernya di Guam untuk menguji ADIZ. Jepang dan Korsel kemudian mengikuti langkah AS tersebut.

Ujian AS, Jepang, dan Korsel itu sukses membuat Beijing menuai kecaman dari masyarakatnya. Sebab, ternyata pemerintahan Xi sama sekali tidak berbuat apa pun ketika pesawat-pesawat militer tiga negara tersebut melanggar ADIZ. Padahal, sebelumnya Tiongkok mengancam bakal menindak tegas seluruh pesawat asing yang memasuki zona terbatas tanpa izin.

BACA JUGA: Pemuda Tewas Dicabik-cabik Hiu

Kamis lalu (28/11) Beijing akhirnya beraksi. Negeri Panda itu mengirimkan sejumlah jet tempur dan satu pesawat patroli untuk mengamankan ADIZ. Bersamaan dengan itu, Kementerian Pertahanan meralat pernyataan tegas pemerintah sebelumnya. ’’Tidak benar jika Tiongkok akan menembak jatuh setiap pesawat yang masuk kawasan ADIZ tanpa izin,’’ tegas Kolonel Yang Yujun.

Dia menuturkan, Tiongkok tidak akan beraksi ekstrem bila pesawat-pesawat yang melanggar ADIZ tidak memprovokasi. Artinya, reaksi Beijing atas ujian AS, Jepang, dan Korsel memang sudah sewajarnya. ’’Reaksi kami akan berbeda-beda, bergantung pada peristiwa yang terjadi saat itu,’’ lanjut Yang sebagaimana dilansir Time pada Jumat lalu (29/11).

Hanya Pamer, Bukan Perang

Pencetus ADIZ, tampaknya, telah memperhitungkan dengan baik dampak penerapan zona terbatas tersebut. Termasuk, ujian bernada mencibir dari AS, Jepang, dan Korsel tersebut. Namun, pemerintahan Xi mungkin tidak akan pernah menyangka jika reaksi masyarakat dalam negeri bakal sekeras itu. Melalui media sosial, masyarakat mengecam pemerintah yang mereka anggap melempem.

Hannah Beech dari Time menyatakan bahwa kebijakan Xi terkait dengan ADIZ tersebut memang tidak bertujuan untuk memantik perang. Menurut dia, pengganti Presiden Hu Jintao itu hanya ingin memamerkan kekuatan. Di satu sisi, Xi ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kepemimpinannya layak diperhitungkan. Sebab, dia pun tidak segan berkonfrontasi dengan negara lain. Apalagi, militer Tiongkok semakin kuat.

Di sisi lain, menurut Beech, Xi berusaha menunjukkan kepada rakyatnya bahwa dirinya bukan produk liberal yang lembek dalam menghadapi Barat. Saat mencanangkan ADIZ, pemimpin 60 tahun itu memang sempat menuai pujian dari dalam negeri. Tetapi, pujian tersebut segera berubah menjadi cacian ketika dia tidak mengambil tindakan apa pun terhadap pesawat-pesawat militer AS, Jepang, dan Korsel yang menerobos ADIZ.

Dalam edisi cetaknya kemarin (30/11), The Economist mengungkapkan bahwa ketegangan Jepang dan Tiongkok itu tidak ubahnya hormon testosteron remaja. Tiongkok, menurut media tersebut, adalah remaja yang tidak menyadari akibat letupan hormonnya. Tanpa memperhitungkan kekuatan, Beijing nekat menerapkan ADIZ. Begitu dampak kebijakan itu membangkitkan amarah AS, Tiongkok pun menciut.

Apalagi, sejak awal AS menegaskan bahwa mereka akan berada di belakang Jepang bila konflik di Laut Tiongkok Timur tersebut sampai melahirkan perang. Pernyataan AS itu pun langsung membentuk front pro-Jepang. Negara-negara tetangga Tiongkok yang kebetulan terlibat sengketa wilayah dengan Beijing langsung mengidentifikasi diri mereka sebagai kelompok pro-Jepang. Salah satunya adalah Korsel.

’’Kalau (kebijakan ADIZ) ini memang bagian dari trik Xi, Tiongkok berada dalam bahaya. Asia Timur belum pernah menjadi panggung unjuk gigi dua kekuatan besar sekaligus. Biasanya, dominasi Jepang dan Tiongkok muncul bergantian,’’ terang The Economist. Kali ini Jepang dan Tiongkok sama-sama pamer kekuatan. Tetapi, ketegangan yang tercipta diramalkan tidak akan sampai memicu perang.

Sekali lagi, AS bakal memainkan peran penting. Pekan ini Wakil Presiden Joe Biden melawat Asia. Dia akan mengunjungi Tiongkok dan menemui Xi. Media menyatakan bahwa hubungan dua tokoh tersebut cukup dekat. Sebelum Biden menjadi wakil presiden dan Xi menjadi presiden, dua politikus itu saling mengenal secara baik. Dunia berharap Biden bisa meredam ambisi Xi dan meredakan ketegangan Laut Tiongkok Timur. (The Time/The Economist/hep/c14/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Markas Militer Thailand Jebol


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler