Markas Militer Thailand Jebol

Sabtu, 30 November 2013 – 15:36 WIB

jpnn.com - BANGKOK - Puluhan ribu demonstran pendukung oposisi Thailand kalap. Ajakan dialog yang diutarakan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra tak digubris. Massa malah menyerbu markas militer dan kantor partai berkuasa, Phuea Thai.

Demonstran yang semakin tak terkendali menargetkan sejumlah kantor pemerintahan penting di Bangkok. Aksi jalanan dalam sebulan terakhir itu adalah yang terbesar sejak 2010.

Demonstran yang terdiri atas kaum pro kerajaan atau royalis, penduduk wilayah selatan Thailand, dan masyarakat kelas menengah bersatu karena penolakan mereka terhadap intervensi mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra tehadap pemerintah. 

Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya kekuasaan rezim Shinawatra dan mengganti pemerintah saat ini dengan dewan rakyat. "Tuntutan dasar demonstran adalah menciptakan kekacauan dan kerusakan. Tujuannya, militer turun tangan dan mengambil alih pemerintahan," terang ahli Thailand Andrew Walker, seorang profesor di Australian National University.

Dalam aksi provokatif terbaru yang menargetkan simbol negara, demonstran mendobrak gerbang markas militer di Bang­kok. Mereka menyeru militer untuk mendukung perjuangan demonstran melengserkan pemerintahan.

Massa demonstran yang membawa bendera memasuki lapangan rumput di halaman markas militer di tengah distrik bersejarah di Bangkok selama beberapa jam. Namun, mereka akhirnya meninggalkan lokasi secara sukarela.

"Kami ingin tahu apakah militer akan berdiri di belakang rakyat atau diktator," teriak Amorn Amornrattananont, seorang pemimpin demonstran. Tentara telah beberapa kali menjadi penentu dalam sengketa politik dalam sejarah Thailand. 

Jajaran jenderal militer pada dasarnya adalah pendukung monarki yang memiliki kedekatan dengan massa Kaus Kuning, rival utama kubu Kaus Merah yang pro-Thaksin Shinawatra. Namun, para ahli meyakini militer tidak ingin terlibat lebih jauh dalam perseteruan politik yang kini sedang terjadi. Sebab, ada kekhawatiran terulangnya pertumpahan darah pada 2010.

Hubungan militer dengan kelompok Kaus Merah juga renggang. Sebab, di internal Thailand tengah ramai diperdebatkan pen­ting-tidaknya mempertahankan kekuasaan monarki Raja Bhumibol Adulyadej yang telah berlangsung enam dekade. 

Jenderal Niphat Thonglek, seorang penasihat permanen di kementerian pertahanan, menegaskan bahwa militer akan tetap bertahan di barak. 

Kemarin (29/11) para demonstran juga beraksi di luar markas Partai Phuea Thai. Sempat terjadi ketegangan dengan polisi antihuru-hara selama beberapa jam sebelum demonstran akhirnya membubarkan diri. 

Aksi tersebut selang sehari setelah demonstran memutus aliran listrik ke Markas Besar Polisi Nasional Thailand di Bangkok. Mereka menolak seruan Yingluck untuk menghentikan demonstrasi setelah parlemen menolak mosi tidak percaya terhadap pemerintah.

Dengan iming-iming makanan gratis dan suasana pesta di tengah demonstrasi, massa memadati titik-titik strategis di ibu kota. Mereka menduduki kantor Kementerian Keuangan dan memblokade sejumlah jalan utama.

Jumlah mereka dilaporkan sudah menurun drastis bila dibandingkan dengan puncak kekuatan penuh massa dalam aksi Minggu (24/11) yang ketika itu diperkirakan sebanyak 180 ribu orang. Namun, diperkirakan massa akan kembali bertambah akhir pekan ini karena para koordinator lapangan berencana untuk mengupayakan desakan terakhir mereka pada perayaan hari ulang tahun raja pada 5 Desember. Biasanya perayaan dilakukan dalam suasana tenang dan penuh penghormatan. (AFP/AP/cak/c10/dos) 

BACA JUGA: Berwisata ke Korut, Pensiunan AS Ditangkap

BACA ARTIKEL LAINNYA... Detektif di Jerman Jadi Tersangka Kanibalisme


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler