jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan buka soal terkait pajak hiburan yang akan naik berkisar 40-75 persen.
Dia meminta kenaikan pajak hiburan bisa ditunda dan dievaluasi. Langkah itu dilakukan agar tidak merugikan masyarakat dan pelaku usaha kecil.
BACA JUGA: Pajak Hiburan Naik, Inul Daratista Berencana Tutup Bisnis Karaoke
"Jadi, kami mau tunda saja dulu pelaksanaannya karena itu dari Komisi XI, kan, sebenarnya. Bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu," kata Luhut Binsar dalam unggahan video di akun pribadinya di Instagram yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Luhut menyebut mendengar polemik terkait pajak hiburan saat tengah melakukan kunjungan kerja ke Bali beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Kadin Papua Nilai Kenaikan Pajak Hiburan 75 Pesen Menyusahkan Pelaku Usaha
Dia langsung mengumpulkan pemangku kepentingan terkait, termasuk Gubernur Bali dan jajarannya.
Pria 76 tahun itu menambahkan uji materi atau judicial review yang diajukan sejumlah pihak juga nantinya akan jadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.
BACA JUGA: Pajak Hiburan Diisukan Bakal Naik, Inul Daratista Ajak Sandiaga Uno Duduk Bareng
"Saya pikir itu harus kami pertimbangkan karena keberpihakan kami ke rakyat kecil, karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga," imbuhnya.
Luhut menegaskan bahwa dirinya sangat mendukung pengembangan pariwisata di daerah.
Oleh karena itu, bapak lima anak itu tak ingin kenaikan pajak membebani pelaku usaha, terlebih mereka yang terlibat dan merasakan dampaknya.
"Jadi hiburan itu jangan hanya dilihat diskotek. Bukan, ini banyak, sekali lagi impact (dampak) pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ," ujar Luhut.
Dalam UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.
Kesebelas jenis pajak itu, berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, di antaranya tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; serta panti pijat dan pijat refleksi.
Adapun untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah memperbarui kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen.
Hal itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha. (Antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pajak Hiburan Bisa Turun Rp 35 Miliar, Bagaimana Pendapatan Daerah?
Redaktur & Reporter : Dedi Sofian