Luhut Lagi

Jumat, 24 September 2021 – 14:31 WIB
Luhut Binsar Panjaitan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Old soldier never die just fade away. Prajurit tua tidak pernah mati, tetapi hanya menghilang.

Ungkapan terkenal itu menggambarkan bahwa seorang prajurit sejati akan tetap menjadi prajurit, sampai akhir hayatnya. Bahkan, ketika akhirnya meninggal, dia meninggal sebagai prajurit.

BACA JUGA: Luhut Binsar Punya Rencana Besar, Seluruh Rakyat Indonesia Perlu Tahu

Ungkapan itu menjadi salah satu yang paling terkenal di dunia militer, dan sampai sekarang masih selalu dikutip.

Jenderal Douglas MacArthur (1880-1964) yang kali pertama memperkenalkan ungkapan itu. MacArthur adalah jenderal bintang lima, pahlawan Amerika, yang menjadi jagoan semasa Perang Dunia I dan Perang Dunia II.

BACA JUGA: Pakar Sentil Luhut yang Laporkan Haris Azhar dan Fatia ke Polisi

MacArthur memimpin pasukan Amerika bersama Sekutu di Asia. Ia mengabdi kepada dua presiden hebat Amerika, Franklin Delano Roosevelt dan kemudian Harry S. Truman. MacArthur menjadi bintang dalam perang di wilayah Pasifik, yang terkenal dengan sebutan ‘’Pacific Theater’’.

Setelah perang selesai MacArthur kembali ke Amerika dan memegang jabatan-jabatan strategis, termasuk posisi tertinggi sebagai komandan pasukan perang Amerika.

BACA JUGA: Polisi segera Undang Luhut Binsar Terkait Laporan ke Haris Azhar

MacArthur juga pernah memimpin Akademi West Point, akademi militer terbaik di dunia. MacArthur pensiun sebagai orang sipil, dan meninggal pada 1964 dalam usia 84 tahun.

Ungkapan MacArthur itu juga sangat sering dikutip jenderal-jenderal Indonesia. Prabowo Subianto--jenderal yang sangat sadar dan hafal sejarah—paling sering mengutip frasa itu.

Prabowo juga sering mengutip sejarawan Yunani, Thusidides, dan ahli-ahli strategi perang seperti Sun Tzu dan Clausewitz.

Namun, Prabowo tidak sama dengan MacArthur yang memilih pensiun sebagai orang sipil yang tidak berbisnis dan tidak mengejar karier politik. Prabowo, seperti banyak jenderal lain Indonesia, punya bisnis besar sampai menggurita ke luar negeri.

Prabowo lalu mendirikan partai politik dan menjadi calon presiden. Sekarang Prabowo menjadi menteri dan bersiap-siap terjun lagi di pilpres 2024.

Jenderal-jenderal di Indonesia pasti banyak yang pensiun dengan tenang sebagai orang sipil. Namun, banyak juga yang terjun ke bisnis sampai menjadi kaya raya. Ada pula yang terjun ke dunia politik, menjadi ketua partai atau menteri.

Bahkan, banyak juga yang merangkap menjadi pebisnis dan pelaku politik.

Karena itu, ungkapan MacArthur sering diplesetkan di Indonesia, ‘’Old soldie never die just doing business’’, Tentara tua tidak pernah mati, mereka berbisnis.

Tentu, tidak ada yang salah dengan berbisnis. Siapa pun punya hak untuk berbisnis. Demikian pula, setiap warga negara punya hak yang sama untuk berpolitik dan menjadi penguasa melalui jalur politik.

Persoalan akan timbul jika terjadi conflict of interest, konflik kepentingan. Ketika seorang penguasa sekaligus menjadi pengusaha, maka sebutannya menjadi ‘’penguasaha’’. Di situlah kemudian terjadi konflik kepentingan, dan pada akhirnya melahirkan oligarki, perpaduan antara modal dan kekuasaan.

Di era Orde Baru, perselingkuhan militer dengan politik dan bisnis melahirkan kekuasaan yang otoriter dan kokoh selama tiga dasawarsa.

Selama pemerintahan Soeharto, militer melakukan berbagai kegiatan bisnis, dan menguasai berbagai konsesi dan monopoli yang dibagi-bagikan kepada kroni-kroni rezim.

Strategi pembangunan ekonomi Orde Baru bertumpu pada teori ‘’trickle down effect’’ yang diperkenalkan oleh ekonom WW. Rostow.

Menurut konsep ini, pembangunan ekonomi difokuskan pada akumulasi pertumbuhan ekonomi yang dikuasai oleh beberapa orang di beberapa sektor saja. Setelah ekonomi tumbuh tinggi maka dengan sendirinya akan terjadi efek luberan, atau trickle down effect.

Dengan konsep ini Soeharto kemudian memberi konsesi kepada para pengusaha, seperti Liem Sioe Liong dan kawan-kawan, memberi mereka berbagai konsesi dan monopoli, dan menjadikan mereka sebagai konglomerat-konglomerat baru.

Dalam perjalanannya, Soeharto membentuk berbagai yayasan atas nama militer, yang menjadi mitra bisnis para konglomerat, dan mendapat keuntungan besar dari kemitraan itu.

Militer terlibat dalam berbagai bisnis besar yang kemudian dipakai untuk membiayai berbagai kegiatan politik dan sosial.

Pada masa Soeharto hubungan militer dengan bisnis menjadi sumber kekuatan politik, tetapi pada akhirnya menjadi sumber bencana bagi rezim Soeharto. Aset dan kekayaan yayasan-yayasan militer itu sulit diaudit, sehingga tidak jelas antara kepemilikan pribadi dengan kepemilikan yayasan.

Hubungan militer dan politik juga memunculkan berbagai kasus korupsi. Salah satunya adalah mega-korupsi yang melibatkan Ibnu Sutowo, seorang letnan jenderal Angkatan Darat yang diangkat menjadi direktur Pertamina oleh Soeharto.

Korupsi Pertamina di bawah Ibnu Sutowo menjadi catatan terburuk dalam sejarah perusahaan minyak negara itu.

Selama masa Soeharto terjadi abuse of power, penyelewengan kekuasaan, oleh militer karena keterlibatannya dalam berbagai macam bisnis. Soeharto dan keluarganya diduga mengumpulkan kekayaan yang sangat masif di luar negeri, dan sangat sulit dilacak karena disimpan atas nama orang lain.

Ilmuwan George Aditjondro (wafat 2012) dari Salatiga dikenal sebagai pemburu harta Soeharto, yang melakukan pelacakan secara teliti ke sumber-sumber data di luar negeri. Aditjondro menuliskan hasil investigasinya dalam buku ‘’Membongkar Gurita Bisnis Cendana’’ yang menjadi inspirasi dan sumber laporan utama Majalah Time.

Sampai sekarang sangat sulit untuk membongkar tuntas gurita bisnis keluarga Soeharto, karena alirannya sudah sangat jauh, dan kepemilikan saham yang dibuat silang sengkarut untuk menghilangkan jejak.

Gerakan reformasi 1998 yang dipelopori oleh para mahasiswa bertujuan untuk membongkar praktik perselingkuhan bisnis haram semacam itu. Tentara tidak boleh lagi berbinis. Mereka harus kembali ke barak menjadi tentara profesional.

Para penguasa harus bersih dari tindakan tercela seperti melakukan bisnis dan menumpuk kekayaan.

Karena itu kemudian berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang diharapkan bisa membongkar dan menghentikan praktik korup antara kekuasaan dan bisnis. KPK adalah anak kandung reformasi yang bertujuan membersihkan praktik korupsi yang sudah mengakar karena warisan Orde Baru.

Dengan semangat inilah para aktivis anti-korupsi, seperti Haris Azhar dan kawan-kawan, berusaha melakukan kontrol terhadap kemungkinan abuse of power yang dilakukan oleh para pejabat negara. Haris mengungkap berbagai data yang menunjukkan hubungan Jenderal Luhut Binsar Panjaitan dengan sejumlah kegiatan bisnis besar di berbagai tempat.

Luhut Panjaitan terkenal sebagai jenderal yang cerdas dan cerdik. Karena itu wajar kalau Presiden Jokowi memercayai Luhut untuk memimpin tugas-tugas besar yang strategis.

Bahkan, Jokowi memercayai Luhut untuk memimpin satuan tugas yang berada di luar portofolio Luhut sebagai menteri koordinator maritim dan investasi.

Penunjukan Luhut sebagai ketua tim penanganan Covid 19 terbukti membawa hasil yang bagus. sekarang Jokowi menunjuk Luhut menjadi ketua Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.

Keterampilan Luhut dan kecerdasaan politiknya sangat dibutuhkan oleh Jokowi. Luhut bisa menjalankan tugas-tugas yang biasanya dijalankan oleh seorang perdana menteri.

Karena perannya yang sangat strategis di pemerintahan itu maka Luhut juga menjadi wajah utama pemerintahan Jokowi.

Luhut harus bersih dari semua kecurigaan abuse of power. Karena itu, untuk menjawab kecurigaan Haris Azhar seharusnya Luhut menjelaskan kepada publik bahwa dia tidak berbisnis.

Sikap Luhut yang melaporkan Haris ke polisi adalah hak pribadi sebagai warga negara. Namun, akan lebih elok kalau Luhut secara terbuka membeberkan bukti-bukti untuk membantah kecurigaan Haris Azhar.

Sikap ini lebih elegan, lebih demokratis, dan tidak terkesan main kuasa.

Sikap Luhut itu akan menjadi cermin wajah pemerintahan Jokowi yang sesungguhnya.

Rocky Gerung mengatakan, kalau mau lihat wajah pemerintahan Jokowi lihatlah wajah Ali Mochtar Ngabalin. Rocky agak bercanda soal ini.

Mungkin akan lebih tepat, jika ingin lihat wajah pemerintahan Jokowi lihatlah wajah Luhut Binsar Panjaitan. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler