JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak Nota Keberatan (eksepsi) yang diajukan Tim Penasihat Hukum dalam kasus dugaan penyalahgunaan frekwensi oleh PT Indosat Tbk dan anak usahanya, PT Indosat Mega Media (IM2). Penolakan tersebut disampaikan dalam sidang putusan sela, Kamis (14/2). Dengan demikian, sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Kuasa Hukum Indosay dan Indar Atmanto (mantan Dirut IM2), Luhut Pangaribuan mempertanyakan keputusan hakim tersebut. Sebab, kata Luhut, banyak fakta-fakta yang seharusnya dipertimbangkan oleh ketua majelis.
"Majelis Hakim ternyata tidak melihat bahwa dakwaan JPU tidak lengkap, tidak jelas dan tidak cermat. Terlebih lagi atas jabatannya seharusnya Majelis Hakim menyatakan diri tidak berwenang memeriksa perkara ini, karena tidak masuk dalam kompetensi absolutnya,” tegas Luhut.
Menurut Luhut, perkara ini tidak layak dilanjutkan karena dasar pengajuan tindak pidana ke pengadilan berupa kerugian negara hasil audit BPKP sudah ditunda pemberlakukannya oleh PTUN. "Dengan demikian, dalam kaitan dengan putusan perkara PTUN, seharusnya pemeriksaan perkara ini ditunda sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atas perkara PTUN," tambah Luhut.
Seperti diketahui, Majelis Hakim PTUN mengabulkan permohonan yang diajukan oleh mantan dirut IM2 Indar Atmanto, PT Indosat Tbk, dan IM2 untuk menunda pelaksanaan keputusan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas dugaan penyalahgunaan frekuensi pada Indosat-IM2. Dalam hal itu, BPKP menyatakan adanya kerugian negara senilai Rp1,3 triliun.
Hakim PTUN Jakarta pun memutuskan obyek sengketa berupa kerugian negara yang dihitung oleh BPKP, dinyatakan diskors atau tidak berlaku sampai ada putusan hukum yang tepat. Majelis Hakim PTUN beranggapan, audit tidak dilakukan sesuai prosedur dan hanya bersumber pada permintaan Kejaksaan Agung tanpa memeriksa dan mememinta bahan-bahan dari IM2 ataupun Indosat.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Achyar Salmi mengatakan, posisi Jaksa dalam persidangan Tipikor dugaan penyalahgunaan frekwensi oleh IM2-Indosat sangat lemah. Sebab, imbuh dia, audit BPKP itu tidak bisa dijadikan bukti untuk menentukan perhitungan kerugian Negara.
Hal senada diakui oleh Prof Dr Andi Hamzah. Menurutnya, perhitungan BPKP itu menyesatkan dan tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan. "Bukti-bukti itu sudah tidak bisa dipakai lagi dalam persidangan Tipikor," kata Andi di sela-sela seminar kasus IM2-Indosat di Hotel Mandarin, Jakarta.(fuz/jpnn)
Kuasa Hukum Indosay dan Indar Atmanto (mantan Dirut IM2), Luhut Pangaribuan mempertanyakan keputusan hakim tersebut. Sebab, kata Luhut, banyak fakta-fakta yang seharusnya dipertimbangkan oleh ketua majelis.
"Majelis Hakim ternyata tidak melihat bahwa dakwaan JPU tidak lengkap, tidak jelas dan tidak cermat. Terlebih lagi atas jabatannya seharusnya Majelis Hakim menyatakan diri tidak berwenang memeriksa perkara ini, karena tidak masuk dalam kompetensi absolutnya,” tegas Luhut.
Menurut Luhut, perkara ini tidak layak dilanjutkan karena dasar pengajuan tindak pidana ke pengadilan berupa kerugian negara hasil audit BPKP sudah ditunda pemberlakukannya oleh PTUN. "Dengan demikian, dalam kaitan dengan putusan perkara PTUN, seharusnya pemeriksaan perkara ini ditunda sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atas perkara PTUN," tambah Luhut.
Seperti diketahui, Majelis Hakim PTUN mengabulkan permohonan yang diajukan oleh mantan dirut IM2 Indar Atmanto, PT Indosat Tbk, dan IM2 untuk menunda pelaksanaan keputusan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas dugaan penyalahgunaan frekuensi pada Indosat-IM2. Dalam hal itu, BPKP menyatakan adanya kerugian negara senilai Rp1,3 triliun.
Hakim PTUN Jakarta pun memutuskan obyek sengketa berupa kerugian negara yang dihitung oleh BPKP, dinyatakan diskors atau tidak berlaku sampai ada putusan hukum yang tepat. Majelis Hakim PTUN beranggapan, audit tidak dilakukan sesuai prosedur dan hanya bersumber pada permintaan Kejaksaan Agung tanpa memeriksa dan mememinta bahan-bahan dari IM2 ataupun Indosat.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Achyar Salmi mengatakan, posisi Jaksa dalam persidangan Tipikor dugaan penyalahgunaan frekwensi oleh IM2-Indosat sangat lemah. Sebab, imbuh dia, audit BPKP itu tidak bisa dijadikan bukti untuk menentukan perhitungan kerugian Negara.
Hal senada diakui oleh Prof Dr Andi Hamzah. Menurutnya, perhitungan BPKP itu menyesatkan dan tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan. "Bukti-bukti itu sudah tidak bisa dipakai lagi dalam persidangan Tipikor," kata Andi di sela-sela seminar kasus IM2-Indosat di Hotel Mandarin, Jakarta.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Bilang, Lapindo Tanggung Dosa Dunia Akhirat
Redaktur : Tim Redaksi