jpnn.com - Calon Gubernur (Cagub) Jawa Timur nomor urut 1 Luluk Nur Hamidah menilai dalam debat perdana Pilgub Jatim, calon petahanan atau Cagub nomor urut 2 Khofifah Indar Parawansa kurang berkomitmen untuk mengentaskan masalah kesenjangan.
"Yang kurang dari petahana, ya, soal komitmennya benar-benar meng-adress isu terkait dengan kesenjangan, disparitas baik itu kesenjangan, kesejahteraan," ujar Luluk ditemui pascadebat di Graha Unesa, Jumat (18/10).
BACA JUGA: Jatim Peringkat 6 Kasus Kanker Jantung dan Stroke, Luluk Sentil Khofifah
Selain itu, kata Luluk, di era pemerintahan Khofifah kesenjangan juga terjadi di sektor infrastuktur Jatim. Dia menilia kondisi ini membuat permasalahan menjadi kompleks.
"Kemudian kesenjangan dari sisi infrastruktur yang parah padahal ini berkaitan, di situ juga kemiskinan di situ juga ada kasus stunting tinggi, di situ juga ada pengangguran jadi semua terkoneksi," ungkapnya.
BACA JUGA: TNI-Polri Kerahkan 115.000 Personel Amankan Pelantikan Prabowo-Gibran, Ada Potensi Ancaman?
Luluk kemudian menyoroti kesenjangan di Madura yang juga dia tanyakan kepada dua paslon saat debat berlangsung.
"Lah yang menarik itu di Madura, kenapa gini ratio-nya (alat mengukur tingkat ketimpangan) itu tidak tinggi? Karena memang perbandingannya semuanya sama-sama miskin sehingga kemudian tidak tinggi," tuturnya.
BACA JUGA: Majalah Time Sebut Prabowo Catat Sejarah Dunia sebagai Presiden Terpilih
Kondisi serupa seperti di Madura itu, menurut Luluk juga dialami beberapa daerah di wilayah Tapal Kuda, seperti Jember, Probolinggo, Lumajang, hingga Bondowoso.
Berdasarkan data BPS per Maret 2024 menunjukkan, Provinsi Jatim menempati urutan ketiga di Pulau Jawa dengan persentase 9,79 persen.
"Kemudian di daerah Tapal Kuda, di daerah daerah Lingkar Selatan maka kelihatan sekali hampir satu levelnya. Itu sangat tajam perbedaannya, jadi yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terpuruk, itu kondisi di Jawa Timur," tuturnya.
Maka Luluk menegaskan, menjadi sosok pemimpin harus jujur dalam melihat problem sosial yang dialami masyarakat. Sebab kejujuran itu, kata dia, menjadi modal untuk mencari solusi.
"Menurut saya itu penting untuk sikap kejujuran ya, jadi harus jujur melihat problem harus jujur, apa yang tidak dilakukan. Jadi kalau itu yang kemudian kita lihat, maka sebenarnya nggak mungkin ada jumlah warga miskin tertinggi di Indonesia itu malah Jawa Timur. Hampir sekitar 3,9 juta lebih kurang seperti itu," katanya.
Termasuk soal kemiskinan ekstrem yang turun 3,74 persen menjadi 0,66 persen dalam kurun 2020-2024, Luluk menuturkan, kondisi itu belum sepenuhnya terlepas dari lingkaran kemiskinan.
"Nah, itu itu yang saya bilang, kemiskinan ekstrem memang diturunkan tetapi tetap aja ring-nya itu di miskin, gitu loh. Jadi, tidak berubah tetap di lingkar miskin lalu yang paling bawah itu dikurangin tetapi tetap dia di dalam sana," tutur Luluk.
Sementara itu Khofifah Indar Parawansa Cagub Jatim nomor urut 2 menyatakan bahwa Pemprov Jatim telah berupaya semaksimal mungkin menurunkan angka kemiskinan.
Selama empat tahun kepemimpinan Khofifah, angka kemiskinan ekstrem disebut hampir mencapai nol persen. Calon petahana itu menilai, penurunan kemiskinan signifikan di eranya.
"Ya, basisnya, sumbernya, jadi kalau pakai BPS kemiskinan kita hampir 0 loh, 0,66 dari 4,4. Ya itu data, gitu. Dulu kami masuk dari 2019, kemiskinan di Jatim makronya Jatim ranking 14, sekarang dilihat kita rangking 20. Berarti ada penurunan cukup signifikan, itu kemiskinan makro. Itu datanya bahwa ini sebuah proses," tutur Khofifah yang juga ditemui usai debat. (mcr23/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Ardini Pramitha