BERBEDA itu ternyata indah. Slogan yang mengusung perdamaian ini dipraktekkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah di Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng). Sekolah Islam mayoritas siswanya beragama nonmuslim.
NURHAIDAR, SIGI
HUSTIN, siswi kelas 10 SMK Muhammadiyah Marawola ini mengaku senang bisa bersekolah di sekolah swasta tersebut. Meskipun beragama Nasrani, gadis hitam manis asal Desa Bolobia, Kecamatan Kinawaro, Kabupaten Sigi ini sama sekali tidak pernah canggung belajar di lingkungan sekolah yang memang identik dengan sekolah Islam ini.
"Suka. Teman-teman dan guru-gurunya bagus-bagus semua," katanya saat ditemui Radar Sulteng (JPNN Group), Selasa (25/6) di sela-sela acara penamatan kedua SMK Muhammadiyah ini.
Mumarike, teman sekelas Hustin juga merasakan hal yang sama. Siswi asal Desa Gumbia, Kecamatan Pinembani ini memilih bersekolah di SMK Muhammadiyah karena paling dekat dengan akses desa mereka.
Memang, rata-rata siswa Nasrani yang bersekolah di sekolah yang berdiri sejak 2009 tersebutberasal dari perkampungan di wilayah pegunungan di Kabupaten Sigi.
Hustin, dan Mumarike sendiri, tidak setiap hari pulang pergi ke rumahnya, tetapi hanya mengambil waktu pada saat akhir pekan. Selama bersekolah di SMK Muhammadiyah, keduanya mengaku tidak pernah merasa kesulitan dalam berkomunikasi atau bergaul dengan teman-teman mereka yang beragama Islam.
Proses belajar mengajar maupun aktivitas sosial lainnya berjalan sebagaimana biasanya. Itu pun dirasakan oleh siswa muslim seperti Desnawati yang merasa biasa saja dalam bergaul dengan teman-teman Nasrani di sekolahnya. Tak segan, mereka saling membantu jika ada tugas sekolah yang harus dikerjakan bersama.
Di sekolah ini, setiap anak juga mendapat kesempatan yang sama dalam mendapatkan pelajaran agama. Meski berlabel Muhammadiyah, setiap Jumat siswa nasrani juga mendapat kesempatan untuk mengadakan kebaktian rutin bersama. Begitu pula dalam hal pelajaran pendidikan agama.
Sama dengan pendidikan agama Islam, siswa Nasrani yang kini dididik oleh dua orang guru pendidikan agama Kristen ini juga mendapatkan pelajaran agama sekali seminggu. Mereka pun mendapat pelajaran agama Kristen sebagaimana siswa beragama Islam yang juga mendapat pelajaran agama Islam sekali seminggu.
Yang tak kalah menarik terlihat dari salah satu rutinitas yang sudah ada sejak sekolah ini berdiri. Setiap hari sebelum memasuki kelas, para siswa diwajibkan untuk mengikuti apel pagi dan siang. Mungkin terlihat lazim, tetapi yang tak biasa adalah saat prosesi doa bersama.
Doa selalu dilakukan secara bergiliran, doa yang dipimpin oleh siswa Muslim dan hari berikutnya oleh siswa Nasrani. Begitu urutannya secara bergantian. Bahkan salah satu yang mungkin menjadi pemandangan tak lazim di sekolah Muhammadiyah lainnya yakni kumandang lagu rohani kristen yang tampil sebagai pengisi acara dia acara penamatan lulusan.
Para pengurus yayasan, kepala sekolah dan guru juga sudah mengganggap itu sebagai hal yang biasa. Bahkan mereka terus mendorong para siswa untuk terus mengasah harmoni dan kebersamaan.
Ramli, Ketua Yayasan SMK Muhammadiyah yang juga sebagai salah satu sesepuh pendidik di sekolah tersebut mengatakan bahwa sejak sekolah ini didirikan pendidikan karakter sudah menjadi salah satu nilai penting yang selalu ditanamkan kepada peserta didiknya.
"Kami sudah mengamalkan pendidikan karakter sebelum pendidikan karakter digaung-gaungkan seperti sekarang ini," tandasnya.
Salah satu nilai yang ditanamkan adalah saling menghargai perbedaan dan rasa hormat antar sesama. Untuk memupuk itu, kebiasaan yang juga dilakukan setiap hari adalah kewajiban menyalami semua guru sebelum memasuki kelas. Mungkin kebiasaan ini sudah cukup jarang ditemui di sekolah-sekolah sederajat lainnya.
Soal perbedaan keyakinan yang ada pada peserta didiknya, Ramli mengatakan itu tidak pernah menjadi masalah. Baginya semuanya dianggap sama dan tidak pernah dibeda-bedakan. Justru katanya semangat Muhammadiyah itulah yang terlihat selama ini, sesuai prinsipnya "Lakum dinukum waliaddin’’ (bagimu agamamu dan bagiku agamaku.red)," katanya.
Sangat menarik, saat ini dari 153 siswa yang terdaftar 87 diantaranya adalah siswa nasrani, dan untuk sebuah sekolah yang beridentitas Islam fakta tersebut menjadi satu gambaran penting tentang bagaimana perbedaan harusnya saling menempatkan diri dan bersanding.
Ke depan, bersama pihak sekolah dengan 22 orang guru, Ramli mengatakan terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan SMK Muhammadiyah ini, meski saat ini fasilitas yang ada belum sepenuhnya menunjang namun hal tersebut tak menyurutkan niat untuk bisa sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya dalam hal mutu.
Jika tahun sebelumnya siswa hanya bisa memilih satu kejuruan saja yakni administrasi perkantoran, mulai tahun ini akan ada penambahan jurusan baru yakni ‘’Berpikir Ilmiah, Berahklak Mulia’’. Sementara itu, cukup menggembirakan pula bahwa di dua tahun penamatan, hasil persentase kelulusan yang diperoleh pun tidak mengecewakan.
Di tahun pertama lulus sebesar 90 persen dan tahun ini atau tahun pelulusan kedua SMK ini berhasil meraih kelulusan 100 persen. Dia berharap siswa-siswanya yang meski berasal dari kalangan orang-orang perkampungan juga harus bisa meraih apa yang mereka cita-citakan. Salah satu cita-cita yang mendominasi adalah jadi opsir gereja. Tak segan, dukungan bagi para siswa yang ingin melanjutkan ke sekolah teologia pun dilakukannya tanpa henti.(***)
NURHAIDAR, SIGI
HUSTIN, siswi kelas 10 SMK Muhammadiyah Marawola ini mengaku senang bisa bersekolah di sekolah swasta tersebut. Meskipun beragama Nasrani, gadis hitam manis asal Desa Bolobia, Kecamatan Kinawaro, Kabupaten Sigi ini sama sekali tidak pernah canggung belajar di lingkungan sekolah yang memang identik dengan sekolah Islam ini.
"Suka. Teman-teman dan guru-gurunya bagus-bagus semua," katanya saat ditemui Radar Sulteng (JPNN Group), Selasa (25/6) di sela-sela acara penamatan kedua SMK Muhammadiyah ini.
Mumarike, teman sekelas Hustin juga merasakan hal yang sama. Siswi asal Desa Gumbia, Kecamatan Pinembani ini memilih bersekolah di SMK Muhammadiyah karena paling dekat dengan akses desa mereka.
Memang, rata-rata siswa Nasrani yang bersekolah di sekolah yang berdiri sejak 2009 tersebutberasal dari perkampungan di wilayah pegunungan di Kabupaten Sigi.
Hustin, dan Mumarike sendiri, tidak setiap hari pulang pergi ke rumahnya, tetapi hanya mengambil waktu pada saat akhir pekan. Selama bersekolah di SMK Muhammadiyah, keduanya mengaku tidak pernah merasa kesulitan dalam berkomunikasi atau bergaul dengan teman-teman mereka yang beragama Islam.
Proses belajar mengajar maupun aktivitas sosial lainnya berjalan sebagaimana biasanya. Itu pun dirasakan oleh siswa muslim seperti Desnawati yang merasa biasa saja dalam bergaul dengan teman-teman Nasrani di sekolahnya. Tak segan, mereka saling membantu jika ada tugas sekolah yang harus dikerjakan bersama.
Di sekolah ini, setiap anak juga mendapat kesempatan yang sama dalam mendapatkan pelajaran agama. Meski berlabel Muhammadiyah, setiap Jumat siswa nasrani juga mendapat kesempatan untuk mengadakan kebaktian rutin bersama. Begitu pula dalam hal pelajaran pendidikan agama.
Sama dengan pendidikan agama Islam, siswa Nasrani yang kini dididik oleh dua orang guru pendidikan agama Kristen ini juga mendapatkan pelajaran agama sekali seminggu. Mereka pun mendapat pelajaran agama Kristen sebagaimana siswa beragama Islam yang juga mendapat pelajaran agama Islam sekali seminggu.
Yang tak kalah menarik terlihat dari salah satu rutinitas yang sudah ada sejak sekolah ini berdiri. Setiap hari sebelum memasuki kelas, para siswa diwajibkan untuk mengikuti apel pagi dan siang. Mungkin terlihat lazim, tetapi yang tak biasa adalah saat prosesi doa bersama.
Doa selalu dilakukan secara bergiliran, doa yang dipimpin oleh siswa Muslim dan hari berikutnya oleh siswa Nasrani. Begitu urutannya secara bergantian. Bahkan salah satu yang mungkin menjadi pemandangan tak lazim di sekolah Muhammadiyah lainnya yakni kumandang lagu rohani kristen yang tampil sebagai pengisi acara dia acara penamatan lulusan.
Para pengurus yayasan, kepala sekolah dan guru juga sudah mengganggap itu sebagai hal yang biasa. Bahkan mereka terus mendorong para siswa untuk terus mengasah harmoni dan kebersamaan.
Ramli, Ketua Yayasan SMK Muhammadiyah yang juga sebagai salah satu sesepuh pendidik di sekolah tersebut mengatakan bahwa sejak sekolah ini didirikan pendidikan karakter sudah menjadi salah satu nilai penting yang selalu ditanamkan kepada peserta didiknya.
"Kami sudah mengamalkan pendidikan karakter sebelum pendidikan karakter digaung-gaungkan seperti sekarang ini," tandasnya.
Salah satu nilai yang ditanamkan adalah saling menghargai perbedaan dan rasa hormat antar sesama. Untuk memupuk itu, kebiasaan yang juga dilakukan setiap hari adalah kewajiban menyalami semua guru sebelum memasuki kelas. Mungkin kebiasaan ini sudah cukup jarang ditemui di sekolah-sekolah sederajat lainnya.
Soal perbedaan keyakinan yang ada pada peserta didiknya, Ramli mengatakan itu tidak pernah menjadi masalah. Baginya semuanya dianggap sama dan tidak pernah dibeda-bedakan. Justru katanya semangat Muhammadiyah itulah yang terlihat selama ini, sesuai prinsipnya "Lakum dinukum waliaddin’’ (bagimu agamamu dan bagiku agamaku.red)," katanya.
Sangat menarik, saat ini dari 153 siswa yang terdaftar 87 diantaranya adalah siswa nasrani, dan untuk sebuah sekolah yang beridentitas Islam fakta tersebut menjadi satu gambaran penting tentang bagaimana perbedaan harusnya saling menempatkan diri dan bersanding.
Ke depan, bersama pihak sekolah dengan 22 orang guru, Ramli mengatakan terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan SMK Muhammadiyah ini, meski saat ini fasilitas yang ada belum sepenuhnya menunjang namun hal tersebut tak menyurutkan niat untuk bisa sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya dalam hal mutu.
Jika tahun sebelumnya siswa hanya bisa memilih satu kejuruan saja yakni administrasi perkantoran, mulai tahun ini akan ada penambahan jurusan baru yakni ‘’Berpikir Ilmiah, Berahklak Mulia’’. Sementara itu, cukup menggembirakan pula bahwa di dua tahun penamatan, hasil persentase kelulusan yang diperoleh pun tidak mengecewakan.
Di tahun pertama lulus sebesar 90 persen dan tahun ini atau tahun pelulusan kedua SMK ini berhasil meraih kelulusan 100 persen. Dia berharap siswa-siswanya yang meski berasal dari kalangan orang-orang perkampungan juga harus bisa meraih apa yang mereka cita-citakan. Salah satu cita-cita yang mendominasi adalah jadi opsir gereja. Tak segan, dukungan bagi para siswa yang ingin melanjutkan ke sekolah teologia pun dilakukannya tanpa henti.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Baru Operasi Lutut, Tetap Ingin Jajal Rute Jatim
Redaktur : Tim Redaksi