jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar untuk menggugurkan pasangan calon Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari Paramastuti (DIAMI) sebagai keputusan yang keliru besar. Pasalnya, PTTUN tidak memiliki hak untuk mengadili pelanggaran Pilkada.
Karena itu, Mahkamah Agung wajib mengoreksi atau membatalkan putusan PT TUN yang mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar yang meloloskan pasangan DIAMI sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar.
BACA JUGA: Pakar Hukum Nilai PTTUN Makassar Keliru Besar
Hal itu disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Aminddin Ilmar kepada wartawan, Kamis (12/4).
Menurut Margarito Kamis, PTTUN tidak bisa memeriksa perkara tentang sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut dia, lembaga peradilan itu hanya bisa memeriksa perkara yang timbul dari terbitnya keputusan KPU tentang penetapan calon kepala daerah.
BACA JUGA: Aneh, PTTUN Makassar Menangani Perkara di Luar Kewenangannya
“Hanya itu yang bisa diperiksa. Di luar itu tidak bisa,” tegas Margarito.
Margarito menjelaskan, perkara yang digugat ini bukan terkait terbitnya keputusan KPU, melainkan tindakan-tindakan dari pemerintahan daerah. KPU, kata dia, tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk tindakan pemerintahan daerah.
BACA JUGA: MA Tolak Upaya PK, Ahok Cuma Bereaksi Begini
"Bagaimana bisa TUN periksa (perkara ini-red), tindakan hukum bagaimana," ujar dia.
Dia menegaskan, putusan PTTUN yang mengabulkan gugatan para penggugat dianggap salah besar. Oleh karena itu, Mahkamah Agung (MA) wajib memeriksa dan mengoreksi putusan yang dianggap keliru tersebut.
Hal senada disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Unhas Aminuddin Ilmar. Menurut Ilmar, hakim Mahkamah Agung (MA) harus cermat membedakan mana pelanggaran dan masalah sengketa. Dimana tugas PTUN adalah mengadili masalah sengketa tentang haknya yang dikebiri oleh pihak-pihak tertentu, bukanlah masalah pelanggaran. Apalagi masalah administrasi Pilkada.
“Ini masuk kategori pelanggaran, bukan kategori sengketa. Kalau ini masuk kategori pelanggaran, dan kepentingan sengketa dijadikan dasar putusan, maka menurut saya kewenangan hakim MA untuk memutuskan atau menggugurkan keputusan dari pada PTUN itu,” kata Profesor Aminuddin Ilmar.
Sebelumnya, Amindduin Ilmar saat diskusi publik dengan tema, “Tolak Pemaksaan Lawan Kotak Kosong, Dukung Pilkada Bersih Kota Makassar” di Jakarta, Selasa (10/4) lalu, juga mengungkapkan apabila masalah pelanggaran ini sampai diterima oleh MA atas usulan PTUN, maka ketidakadilan di Pilwakot Makassar pasti terjadi. Ia memperkirakan masalah ini akan berkepanjangan, bila kelompok yang dirugikan kembali melayangkan peninjauan kembali di MA.
"Supaya kesalahan-kesalahan ini tidak menimbulkan umpan balik seperti yang tadi dikemukakan barusan, bahwa ini akan menimbulkan semacam ketidakadilan dalam pemilihan walikota Makassar maka hakim MA harus benar-benar independen dalam menilai setiap tindakan dari hakim dibawahnya,” ujar Ilmar.
Diketahui, Tim Hukum Appi-Cicu sempat melakukan gugatan kepada KPU Makassar atas dugaan sejumlah pelanggaran. Perkara pertama yang ditangani oleh Bawaslu Sulsel menilai, tak ada pelanggaran dalam penetapan keputusan KPU Makassar.
Namun, Tim Hukum Appi-Cicu melanjutkan kasus tersebut ke PT TUN. Perkara kedua ini hasilnya berbeda. PT TUN menerima seluruh gugatan Appi-Cicu dan memerintahkan KPU agar DIAmi dihentikan sebagai calon sah.
Selanjutnya, KPU Kota Makassar mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan PTTUN Makassar. Kini, masih menunggu putusan MA dalam memenuhi aspek keadilan para pihak yang mengajukan gugata maupun kasasi di MA.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PTUN Makassar Salah Konstruksi Hukum, MA Harus Jernih
Redaktur & Reporter : Friederich