MA Resmi Pecat Hakim yang Ditangkap KPK

Seleksi Hakim Ad hoc Tipikor Diperketat

Sabtu, 25 Agustus 2012 – 11:03 WIB
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengeluarkan surat keputusan (SK) pemberhentian sementara dua hakim nakal yang ditangkap KPK 17 Agustus lalu. Surat tersebut ada dua macam, yakni bernomor 98/KMA/SK/VIII/2012 untuk Heru Kusbandono dan nomor 99/KMA/SK/VIII/2012 untuk Kartini Marpaung.
     
Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, surat tersebut ditandatangani ketua MA Kamis 23 Agustus. Dasar hukumnya, Pasal 19 UU nomor 46/2009 tentang tindak pidana korupsi. "Meski baru ditandatangani, keputusan berlaku sejak 17 Agustus," ujarnya.

Pasal tersebut mengatur tentang pemberhemtian hakim saat tersandung masalah hukum. Disebutkan hakim bisa diberhentikan sementara kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka. Lamanya pemberhentian sementara adalah enam bulan. Dipastikan, Kartini dan Heru tidak lagi menerima pendapatan mulai bulan depan.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan, pertimbangan lainnya adalah kedua hakim Tipikor Semarang itu telah melakukan perbuatan tercela, hingga melanggar kewajiban. Pihaknya lantas menyebarkan surat pemberitahuan itu kepada instansi-instansi lain terkait. "Ada 14 instansi termasuk KPK, hingga Kementerian Keuangan," imbuhnya.

Tidak hanya itu, agar tidak kecolongan lagi, MA bakal memperketat proses perekrutan calon hakim ad hoc. Salah satu caranya adalah memunda proses seleksi hakim yang sedang berjalan saat ini. Penundaan bakal dilakukaan untuk memeriksa rekam jejak (track record) para hakim.

"Termasuk mengurangi pelamar yang bertipe job seeker (pencari kerja) yang berorientasi pada uang, bukan pengabdian. Yang seperti itu buat apa jadi hakim," tandasnya. Rencananya, proses wawancara dan profile assessment bakal berlangsung pada 4-7 September, setelah penundaan bakal dilakukan 17-20 September.

Juru bicara MA, Djoko Sarwoko mengakui kalau selama ini ada kelonggaran dalam proses seleksi. Pernah ada, seorang ibu rumah tangga lulusan Fakultas Hukum yang ikut seleksi hakim ad hoc. Beruntung, panitia seleksi menyadari dan tidak diloloskan pelamar tersebut.

Djoko juga menjelaskan kalau pengunduran tersebut untuk menyempurnakan proses seleksi paska tertangkapnya hakim ad hoc oleh KPK. Setelah ini, MA juga melibatkan ICW untuk megawasi nama-nama hakim yang masuk seleksi tahap selanjutnya. "ICW juga minta waktu untuk menelusuri rekam jejak calon hakim ad hoc," tuturnya.

Sekedar informasi, saat ini MA membutuhkan 76 hakim ad hoc Tipikor. Mereka yang lolos bakal menikmati pendapatan Rp 13 juta kalau menjadi hakim ad hoc di tingkat pertama. Jumlah tersebut naik menjadi Rp 16 juta jika menempati posisi di tingkat banding.

Djoko Sarwoko juga berharap ketua Majelis Persidangan Tipikor Semarang bisa diganti. Sebab, dia dianggap "terlibat" dalam tawar-menawar suap yang diterima Kartini dan Heru saat memutus perkara korupsi ketua DPRD Grobogan, Jawa Tengah.

"Menurut saya harus diganti, dia tahu kalau anggotanya menerima suap. Berarti dia terlibat," terangnya. Dia memastikan itu karena ketua majelis peradilan Tipikor Semarang datang ke MA untuk menemui dirinya dan Ketua MA Hatta Ali. Dia juga yakin kalau ketua majelis tersebut bakal dipanggil KPK.
     
Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) juga sepakat dengan langkah MA untuk memperpanjang masa penelusuran rekam jejak hakim. Jubir KY Asep Rahmat Fajar mengatakan kalau pihaknya berharap betul perpanjangan itu bisa menghasilkan hakim yang lebih bersih. "Baru saja KY menerima surat resmi dari MA," ujarnya.
     
Inti surat tersebut adalah permintaan masukan atas rekam jejak peserta seleksi hakim adhoc Tipikor selain pemberitahuan masa perpanjangan. Dia yakin, tersedianya waktu yang memadai untuk melakukan penelusuran rekam jejak calon hakim bakal berujung manis. Yakni, bersihnya peradilan Indonesia dari hakim adhoc nakal.

Di samping itu, bertambahnya waktu membuat KY bisa turut mengeluarkan tenaga untuk membantu MA. Pasalnya, institusi pimpinan Eman Suparman itu pernah menolak permintaan MA yang meminta KY untuk menelusuri calon hakim adhoc. "Kami tidak sanggup karena waktu yang diberikan hanya 19 hari (6"24 Agustus)," jelasnya. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mangkir Sehari Belum Kena Sanksi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler