JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) meminta Wakil Kementerian Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana tidak melakukan intervensi terhadap teknis persidangan kasus penembakan yang dilakukan 12 oknum Kopassus di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman. MA menilai komentar Denny Indrayana tidak etis.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menilai pernyataan Denny mengganggu independensi peradilan. "Saya menyesalkan karena memang ya kita bersama menjaga dan saat ini memang kita tidak di bawah Kemenkumham, kita terpisah," ujarnya di gedung MA, Rabu (10/7).
Usai meninjau sidang di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta pada Jumat (5/7), Denny menilai pemeriksaan saksi di persidangan tidak secara detail berfokus pada kronologi peristiwa pembunuhan. Pemeriksaan yang dilakukan hakim dinilainya mengarah pada standar operasional prosedur (SOP) pengamanan lapas. "Seolah-olah ada kesalahan SOP, padahal fokus yang harus digali dalam persidangan adalah masalah pembunuhan," ujar Denny Indrayana.
Ridwan menyarankan Denny fokus kepada urusannya sendiri karena pada faktanya masih butuh banyak perbaikan dari berbagai hal yang ada di bawah wewenang Kemenkum HAM sendiri.
"Coba pak Denny lihat kenapa Nazaruddin (mantan bendahara umum Partai Demokrat) bisa jadi manager di tahanan. Kenapa gembong narkoba masih bisa bertransaksi di dalam (tahanan), bagaimana pelaku bisa melenggang kangkung masuk ke dalam. Saya kira itu lebih penting daripada mencampuri indepndensi hakim," sindir Ridwan.
Berapa pun orang ikut persidangan, seperti sempat dikeluhkan Denny, menurut Ridwan, tidak masalah karena yang terpenting semua pihak menghormati independesi persidangan. "Jangan masuk pada substansi, sehingga terkesan nanti ada keberpihakan dan ada hakim jadi tidak bebas imparsial. Itu yang kita khawatirkan," sesalnya.
Terlebih, kata Ridwan, sidang kasus Cebongan mendapat perhatian bukan hanya nasional tetapi juga internasional. Maka perlu dijaga oleh semua pihak agar persidangan berjalan lancar semestinya. "Kita juga apabila diperlukan telah menyiapkan pengamanannya, termasuk fasilitas video conference. Tapi ternyata majelis memutus tidak dengan video conference. Kita juga menyiapkan ruang untuk pengunjung dan LCD," ulasnya.
MA, kata Ridwan, meyakini majelis di peradilan militer untuk kasus itu akan berusaha maksimal menegakkan keadilan dan membuat persidangan tetap terbuka dan independen. Meskipun hakimnya itu sendiri dari kalangan militer, menurutnya, tetap menjunjung tinggi profesi hakim karena memang seorang hakim di bawah kamar militer di MA.(gen)
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menilai pernyataan Denny mengganggu independensi peradilan. "Saya menyesalkan karena memang ya kita bersama menjaga dan saat ini memang kita tidak di bawah Kemenkumham, kita terpisah," ujarnya di gedung MA, Rabu (10/7).
Usai meninjau sidang di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta pada Jumat (5/7), Denny menilai pemeriksaan saksi di persidangan tidak secara detail berfokus pada kronologi peristiwa pembunuhan. Pemeriksaan yang dilakukan hakim dinilainya mengarah pada standar operasional prosedur (SOP) pengamanan lapas. "Seolah-olah ada kesalahan SOP, padahal fokus yang harus digali dalam persidangan adalah masalah pembunuhan," ujar Denny Indrayana.
Ridwan menyarankan Denny fokus kepada urusannya sendiri karena pada faktanya masih butuh banyak perbaikan dari berbagai hal yang ada di bawah wewenang Kemenkum HAM sendiri.
"Coba pak Denny lihat kenapa Nazaruddin (mantan bendahara umum Partai Demokrat) bisa jadi manager di tahanan. Kenapa gembong narkoba masih bisa bertransaksi di dalam (tahanan), bagaimana pelaku bisa melenggang kangkung masuk ke dalam. Saya kira itu lebih penting daripada mencampuri indepndensi hakim," sindir Ridwan.
Berapa pun orang ikut persidangan, seperti sempat dikeluhkan Denny, menurut Ridwan, tidak masalah karena yang terpenting semua pihak menghormati independesi persidangan. "Jangan masuk pada substansi, sehingga terkesan nanti ada keberpihakan dan ada hakim jadi tidak bebas imparsial. Itu yang kita khawatirkan," sesalnya.
Terlebih, kata Ridwan, sidang kasus Cebongan mendapat perhatian bukan hanya nasional tetapi juga internasional. Maka perlu dijaga oleh semua pihak agar persidangan berjalan lancar semestinya. "Kita juga apabila diperlukan telah menyiapkan pengamanannya, termasuk fasilitas video conference. Tapi ternyata majelis memutus tidak dengan video conference. Kita juga menyiapkan ruang untuk pengunjung dan LCD," ulasnya.
MA, kata Ridwan, meyakini majelis di peradilan militer untuk kasus itu akan berusaha maksimal menegakkan keadilan dan membuat persidangan tetap terbuka dan independen. Meskipun hakimnya itu sendiri dari kalangan militer, menurutnya, tetap menjunjung tinggi profesi hakim karena memang seorang hakim di bawah kamar militer di MA.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Minta KPK Kembangkan RDG BI soal Century
Redaktur : Tim Redaksi