"Individu tidak akan dilayani," kata Djoko kemarin (30/9). Djoko menambahkan, fatwa hukum tidak bisa dimintakan di saat kasus sedang berlangsung seperti yang dialami Djoko Susilo. Meskipun begitu, sejak Jumat (28/9) lalu, dia belum menerima permintaan fatwa dari mantan gubernur Akpol tersebut.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan hal senada. Hingga saat ini pihaknya belum menerima permohonan permintaan fatwa dari Djoko. Bahkan ketika dicek ke Bagian Kepaniteraan pun, tidak ada permohonan atas nama tersangka kasus korupsi pengadaan simulator SIM atau pengacaranya, Juniver Girsang.
Pernyataan MA itu bakal mempersulit posisi Djoko. Pasalnya, jenderal yang disangka menerima duit suap dari pelaksana proyek itu mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan alasan masih menunggu fatwa MA. Dia menuding perkara tersebut mengalami dobel penyidikan karena Mabes Polri juga ikut menangani.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan pihaknya tetap akan memanggil kembali Djoko pekan ini. "Pemanggilan kedua tetap dilakukan," katanya. Mengenai jadwal pemeriksaan, KPK masih belum mengumumkan.
KPK tengah menelaah apakah alasan ketidakhadiran Djoko pada pemanggilan pertama dibenarkan oleh hukum. Apabila tidak dibenarkan secara hukum, penyidik KPK bisa menjemput paksa pada pemanggilan ketiga.
Biasanya, penjemputan paksa tersangka KPK dilakukan dengan bantuan pihak kepolisian. Untuk kasus ini, masalah pemanggilan paksa akan muncul karena Djoko adalah perwira tinggi kepolisian. Menanggapi ini, KPK masih yakin Djoko bersedia diperiksa pada pemanggilan berikutnya. "Kami masih yakin DS akan datang," kata Johan.
Di bagian lain , Kapolri Jendral Timur Pradopo berjanji akan melakukan upaya koordinasi dengan pengacara Djoko agar datang memenuhi panggilan. "Sekali lagi itu saya sudah mengoordinasikan, tapi ada pengacaranya. Kita akan melakukan untuk langkah berikutnya,"katanya usai menjemput presiden SBY di Lanud Halim kemarin.
Menurut Kapolri, bantuan untuk Irjen Djoko secara struktural sudah melalui divisi hukum. "Tapi karena dia punya pengacara, nanti kita akan komunikasikan,"katanya.
Terpisah, Neta Sanusi Pane dari Indonesia Police Watch menilai langkah Polri yang mengulur penahanan para tersangka di rutan Brimob menunjukkan Polri kurang serius. "Itu sudah perpanjangan kedua, mengapa tak segera diselesaikan,"katanya.
Neta juga berjanji akan segera melaporkan hasil penelusurannya terkait korupsi di Polri. "Kami akan segera melaporkan ke KPK kasus kasus korupsi Polri yang sudah kita dapatkan datanya,"katanya.
Sementara itu, pengacara Djoko, Hotma Sitompul, menegaskan bahwa pihaknya sudah mengirim surat ke MA. Bahkan, surat tersebut sudah diregistrasi di Bagian Kepaniteraan. Namun, Hotma lupa persisnya kapan surat tersebut disampaikan. "Ada tanda terimanya," katanya.
Menanggapi pernyataan MA yang tidak akan memberi fatwa pada individu, Hotma meminta lembaga peradilan tertinggi itu untuk menyatakannya dalam surat resmi. "Kami advokat ini kan dilindungi dan diakui Undang-Undang. Kalau benar katanya tidak ditanggapi, harus dibalas. Ini kan baru omong-omong aja, apakah keputusan seluruh MA itu begitu," katanya.
Karena itu, kata Hotma, pihaknya saat ini dalam posisi menunggu tanggapan resmi MA. Apapun jawabannya. Dia juga menyayangkan KPK yang menganggap kliennya mangkir. Padahal, tersangka perkara simulator itu tetap hadir kendati melalui pengacaranya.
"Lagi pula, siapa yang mau dipanggil dua lembaga dalam kasus yang sama? KPK jangan sedikit-sedikit bilang panggilan kedua, panggilan paksa. Itu pendekatan
kekuasaan. Kami sudah kirim surat ke KPK tentang dualisme penyidikan ini, tapi sampai sekarang tidak dibalas," katanya.
Hotma juga menyayangkan KPK yang arogan dalam kasus tersebut. Dia mempertanyakan mengapa lembaga pimpinan Abraham Samad itu tidak meminta fatwa hukum ke MA. Itu akan lebih baik daripada mereka ngotot menyidik perkara itu sendiri. "KPK bersikukuh, Polri bersikukuh, nggak ketemu," katanya. (sof/aga/rdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diamkan Misbakhun, PKS Bisa Dianggap Lecehkan MA
Redaktur : Tim Redaksi