Macet di Puncak Everest, Dua Pendaki Tewas

Minggu, 26 Mei 2019 – 02:33 WIB
Pemandangan pegunungan Everest dari Tengboche, sekitar 300 km dari Kathmandu (diambil 4 Mei 2017). Foto: AFP

jpnn.com, KATHMANDU - Dalam dua hari, empat pendaki puncak Gunung Everest dikabarkan kehilangan nyawa. Mereka tewas karena terlalu lama mengantre ke puncak.

Ya, empat pendaki dari sisi Nepal itu tewas tak lama setelah turun dari puncak. Kebanyakan meninggal karena tak kuat menahan dingin di puncak. Menjelang akhir musim pendakian, ratusan pendaki beserta para sherpa, pemandu lokal, mengejar waktu untuk bisa mencapai puncak tertinggi di pegunungan Himalaya itu.

BACA JUGA: Cukup Sepekan,Pria Ini Dua Kali Pecahkan Rekor Mendaki Everest

”Celah untuk mendaki musim ini sangat sempit. Banyak tim pendaki yang harus menunggu untuk naik,” ujar Ang Tsering Sherpa, mantan presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal.

Sebagai informasi, puncak Everest hanya bisa didaki pada musim semi. Artinya, pendaki hanya punya waktu mulai April sampai Mei untuk menikmati pemandangan tertinggi di dunia. Itu juga bergantung pada cuaca.

BACA JUGA: Pendaki Gunung Arjuno yang Hilang Ditemukan Tinggal Tulang Belulang

Rabu (22/5), warga AS Donald Lynn Cash dan warga India Anjali Kulkarni meninggal setelah turun dari puncak. Dua pendaki yang berusia 55 tahun tersebut harus menunggu lama untuk bisa mencapai puncak. Tak lama setelah itu, kondisi mereka drop.

”Saat waktunya turun, dia tak bisa berjalan lagi. Sherpa sudah mencoba menggotongnya, tapi dia meninggal saat itu,” ujar Thupden Sherpa, pegawai Arun Trek, perusahaan pemandu yang disewa Kulkarni.

BACA JUGA: Sempat Hilang, WNA Rusia Pendaki Gunung Agung Ditemukan Terluka

Kamis (23/5), Kalpana Das, 52; dan Nihal Bagwan, 27; juga meninggal. Keshav Paudel, pemandu Bagwan, mengatakan bahwa kliennya harus menunggu sampai 12 jam di dekat puncak. Bukan hanya pendaki, seorang pemandu pun dikabarkan meninggal kemarin (24/5) setelah mengeluh sakit di kamp 3.

Korban jiwa dalam pendakian Everest memang sudah biasa. Namun, biasanya korban jiwa muncul akibat cuaca buruk, longsor, atau jatuh. Baru kali ini ada pendaki yang meninggal hanya karena arus pendaki ke puncak terlalu macet.

”Manusia tak bisa bertahan lama di sana. Risiko radang dingin dan demam ketinggian sangat besar,” ujar Ang Tsering.

Banyak yang menyalahkan pemerintah Nepal atas insiden tersebut. Mereka menganggap pemerintah negara miskin itu tidak memedulikan keselamatan dalam meraup keuntungan. Satu pendaki harus membayar USD 11 ribu untuk bisa mendaki Everest.

Tahun ini, mereka menerbitkan 381 izin mendaki. Jika ditambah dengan sherpa yang harus mendampingi setiap pendaki, jumlah orang yang berada di dekat puncak melebihi 750 jiwa. Belum lagi, 140 izin yang diterbitkan otoritas Tibet. (bil/c6/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pendaki Terpaksa Dievakuasi dari Gunung Kerinci


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler