Mahal! Menteri Keuangan Beberkan Biaya Transisi Energi RI

Jumat, 01 Oktober 2021 – 06:10 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membeberkan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan transisi energi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan transisi energi.

Sri Mulyani menyatakan Indonesia membutuhkan USD 5,7 miliar per tahun.

BACA JUGA: Menteri Keuangan Bidik Sektor Ini Jadi Andalan Kinerja Ekonomi 2022

"Itu adalah kebutuhan dana yang sangat besar," ucap Sri Mulyani dalam diskusi The Role of Green Finance in Delivering Southeast Asia’s Sustainability Goals secara daring di Jakarta, Kamis (30/9).

Oleh karena itu, Ani sapaan karib Menkeu menilai pembiayaan transisi energi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.

BACA JUGA: Kabar Gembira dari Menteri Keuangan untuk Generasi Muda

Selama ini, pemerintah telah menggunakan seluruh instrumen fiskal untuk mendanai proyek hijau berkelanjutan.

"Butuh bantuan dan partisipasi sektor swasta," kata dia.

BACA JUGA: Menteri Keuangan Bicara soal Utang Indonesia, Kabar Baiknya Begini

Menteri Keuangan Terbaik 2020 versi Global Markets itu mengatakan salah satu partisipasi tersebut yakni melalui penerbitan obligasi hijau global.

Namun, dikombinasikan dengan prinsip syariah yang sudah cukup aman.

"Indonesia merupakan salah satu dari negara emerging market yang berhasil menerbitkan obligasi hijau global ini," katanya.

Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan, setidaknya terdapat dua cara untuk memastikan akan adanya partisipasi sektor swasta.

Pertama, melalui pemapanan pasar karbon yang masih sangat baru di Indonesia.

Saat ini, kata Ani, pemerintah sedang berdiskusi dengan berbagai pihak, terutama mengenai pasar dan harga karbon.

Pasalnya, dua instrumen itu menjadi sarana transformasi kepada penggunaan emisi karbon yang lebih rendah, khususnya energi.

"Langkah ini akan sangat dibutuhkan agar kami bisa memasuki rezim perdagangan karbon, jadi pasar harus dikenalkan," ucap Sri Mulyani.

Kemudian yang kedua, lanjut dia, yakni melalui pengenalan performance based payment.

Hal itu berupa klasifikasi beban pungutan pajak yang akan dikenai kepada perusahaan, dengan bergantung banyaknya emisi yang dihasilkan dalam satu masa produksi.

"Kami sebenarnya baru saja berdiskusi dengan parlemen semalam, dan parlemen juga memberikan dukungan yang sangat kuat, dengan syarat kami memberikan peta jalan yang jelas menuju energi karbondioksida yang lebih rendah," ungkap Sri Mulyani. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler