jpnn.com, JAKARTA - Mahar politik dalam kontestasi demokrasi menjadi aspek utama para politikus melakukan korupsi. Oleh karena itu, mahar politik adalah hal berbahaya yang menyebabkan tatanan bernegara rusak.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan, umumnya untuk menjadi bupati, kisaran mahar yang dikeluarkan calon bisa mencapai Rp 20 miliar sampai Rp 50 miliar.
BACA JUGA: KPK Dorong Parpol Haramkan Mahar
BACA JUGA : PSI Minta Bawaslu Kembali Usut Mahar Rp 1 T Sandiaga Uno
BACA JUGA: Golkar: Kami Tidak Kenal Mahar Politik
Jika si calon itu terpilih, dengan gaji pokok bupati hanya Rp 5,7 juta per bulan, tentu akan berat mengembalikan modal tersebut.
"Enggak ada orang yang secara sukarela menghibahkan itu, Rp 20 miliar sampai Rp 50 miliar, ini besar juga. Oleh karena itu, supaya pemilu yang murah tadi berjalan efektif, kita harus ada sanksinya," kata Agus.
BACA JUGA: PDI Perjuangan Bantah Terima Mahar Pencalonan Cagub Sulsel
Menurut Agus, ada salah satu cara agar tidak ada mahar politik, yaitu partai dibiayai negara. Atau, parpol membiayai sendiri kegiatan politiknya, dengan iuran dan subsidi antarkader.
"Kalau saya pikir misalkan untuk partai misalkan setahun habis Rp 20 triliun, itu kan dibandingkan dengan APBN kita. Itu malah bukan main kesannya luar biasa," katanya.
BACA JUGA : PDI Perjuangan Bantah Terima Mahar Pencalonan Cagub Sulsel
Seperti diketahui, dari peserta pemilu, Partai NasDem menegaskan antimahar dan tidak memotong gaji kader yang duduk di parlemen guna mencegah korupsi.
Partai ini juga menegaskan dukungan kepada kaum muda dengan menempatkan kaum muda dominan dalam pencalegan.
Peneliti ICW Almas Sjafrina mendukung, partai politik tidak meminta mahar seperti NasDem. Menurutnya di undang-undang juga sudah dilarang pemberian mahar baik dalam bentuk uang maupun lainnya.
"Terima mahar ini membuat kandidat biaya pemenangan itu sangat tinggi. Sedangkan, kandidat untuk lain-lain saja sudah membutuhkan banyak uang ditambah mahar tinggi itu semakin membuat menjadi faktor atau membuka peluang untuk melakukan korupsi ketika mereka terpilih," kata Almas.
BACA JUGA : Buntut Kasus Mahar Sandiaga Uno, Bawaslu Dilaporkan ke DKPP
Dia meminta Bawaslu kerja sama dengan KPK untuk melacak rekam jejak kandidat bakal calon penyelenggara negara. Selain itu, Bawaslu juga bisa bekerjasama dengan kepolisian dan pihak lain agar mempunyai bekal memberikan sanksi.
"Di undang-undang juga punya instrumen untuk memantau dan menindak adanya mahar politik itu," tutur dia. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua Progres 98 Minta Polisi Periksa Andi Arief
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga