Mahasiswa: Hukum Mati Margriet!

Jumat, 05 Februari 2016 – 11:36 WIB
Terdakwa pembunuhan Engeline, Margriet Megawe. FOTO: Bali Express/JPNN.com

jpnn.com - DENPASAR – Sidang dengan agenda tuntutan terkait kasus Angeline berlanjut. Setelah, Agus Tay dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum(JPU) 12 tahun penjara, Kamis kemarin giliran Margriet Megawe. Ibu angkat korban, Angeline itu dituntut JPU dengan tuntutan seumur hidup. Pengunjung sidang pun langsung tepuk tangan.

Sidang dipimpin oleh Hakim Edward Harris Sinaga, dengan Anggota Wayan Sukanila dan Agus Waluyo. Tim Jaksa Purwanta Sudarmaji, Purwanti, Ida Ayu Sudarsih, Suasti dan Wayan Suarta. Sedangkan terdakwa Margriet didampingi oleh pengacara Dion Pongkor, Aldres Napitupulu, Posko Simbolon dan Jefrie Kam.

BACA JUGA: Temukan Tiga Senpi, Ratusan Amunisi dari 2 Pria dan 1 Wanita

Sekitar pukul 14.30 Wita ruang sidang sudah penuh walau sidang belum mulai. Ada beberapa mahasiwa membawa poster. Salah satu tulisannya, “Hukum Mati Margriet.”

Kemudian tiba tiba, muncul polisi Dewa Sudiarsa, mengajak beberapa temannya. Meminta satu persatu poster itu. Poster sekitar 10 lembar itu beralih tangan ke polisi. Dan akhirnya dibawa keluar ruang sidang. Dan sempat ada yang protes.

BACA JUGA: 26 Gadis Jadi Korban Human Trafficking Lintas Daerah

“Ini menggaggu jalannya sidang, membuat tidak nyaman. Gimana nanti orang mengambil keputusan jika diganggu dengan poster gini," sergah polisi Dewa Sudiarsa seperti dilansir Bali Express (Grup JPNN).

“Kalau mau di luar silakan, di dalam jangan," lanjutnya.

BACA JUGA: Margriet, Terdakwa Pembunuhan Engeline Dituntut Penjara Seumur Hidup

Sidang baru mulai pukul 15.00 Wita dengan pembacaan tuntutan secara bergilir. Sampai akhirnya Purwanta membacakan pertimbangan, memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan, perbuatan terdakwa sadis dilakukan terhadap anak-anak dan dilakukan oleh ibu angkat sendiri, korban masih anak-anak yang sepatutnya dihindarkan dari kekerasan, situasi salah terhadap anak, eksploitasi ekonomi dan diskriminatif. 

Perbuatan terdakwa juga membuat tanah Bali kotor alias leteh dan terdakwa tidak mengaku bersalah dan tidak menyesali perbuatannya. “Hal-hal yang meringankan tidak ada,” tegas Jaksa.

“Menuntut supaya majelis hakim memutuskan,” tegasnya.

Pertama menyatakan terdakwa Margriet melakukan pembunuhan berencana, melakukan eksploitasi ekonomi, menyuruh melibatkan anak dalam perlakukan salah, penelantaran dan perlakukan anak diskriminatif . Sebagaimana dakwaan kesatu, primer yaitu pasal 340 KUHP dan dakwaan kedua melanggar pasal 76 I jo pasal 88 UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dan dakwaan ketiga, pasal 76 B, dakwaan ke empat tentang pasal 76 A huruf A jo pasal 77 Undang-Undang yang sama.

Kedua, Jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman seumur hidup. “Memohon kepada majelis untuk menghukum terdakwa dengan hukuman seumur hidup,” tegas Jaksa Purwanta yang disambut tepuk tangan.

Margriet tidak terlihat menangis, dia hanya tampak sedih sambil menghela napas panjang melihat ke langit-langit ruang sidang utama. Atas tuntutan tersebut, terdakwa Margriet memohon kepada majelis untuk memutus se-adil-adilnya.

“Saya mohon yang Mulia untuk memutuskan seadil-adilnya. Dan saya bukan pembunuh dari anak saya,” tegas Margriet saat diberikan kesempatan bicara. Sedangkan pengacara terdakwa menyatakan akan mengajukan pledoi. Hakim menjadwalkan pledoi pada 15 Februari mendatang.

Atas tuntutan tersebut, Jaksa menyatakan setimpal atas perbuatan terdakwa. Tidak dituntut maksimal, yaitu mati? “Kami memutuskan perbuatan ini setimpal dengan hukuman seumur hidup. Dan kami berharap hakim mengabulkan tuntutan ini, secara menyeluruh,” urai Purwanta.

Sedangkan pengacara terdakwa, mengatakan tuntutan ini imajinatif. “Ini tuntutan imajinatif,” tegas Dion Pongkor. Seperti halnya berita sebelumnya, dalam dakwaan Diumur tiga hari, Angeline diserahkan ke Margriet. Dan dibuatkan akta pengangkatan anak di notaris Anneke Wibowo, namun tidak ditindaklanjuti dengan prosedur pengangkatan anak sampai memperoleh penetapan pengadilan. Namun tetap Angeline diajak oleh Margriet, bahkan tidur satu kamar.

“Awalnya mereka tinggal di Canggu kemudian pindah ke Jalan Sedap Malam,” jelas Jaksa. Di Jalan sedap malam juga ada Agustay, dengan tugas memberikan makan ayam, anjing peliharaan terdakwa. Selain itu juga ada Susiani dan Rahmad Handono yang kos di rumah terdakwa.

Petaka serius bagi Angeline terjadi pada 15 Mei 2015 terdakwa Margriet memukul korban hingga kedua telinga dan hidungnya berdarah. Dan untuk menutupi perbuatannya dan akibat hukumnya.

“Terdakwa merencanakan untuk menghilangkan nyawa korban pada 16 Mei 2015 bertempat di kamar terdakwa Margriet,” jelas Jaksa.

Aksi bengis ini terjadi sekitar pukul 12.30, Margriet memukul Angeline dengan tangan kosong berkali-kali kearah wajah dan menjambak rambut korban dan membentuhkan kepala korban ke tembok sehingga Angeline menangis dan berkata.

“Mama cukup ma, lepas ma,” ucap Jaksa dalam dakwaan. Dan Agus Tay mendengar kata. “Mama mama,” lanjut Jaksa.

Saat Margriet mengeksekusi anak angkatnya itu, Agustay berada di depan kamarnya kemudian Margriet memanggilnya.

“Agus k esini sebentar,” teriak Margriet. Agus menjawab. “Iya bu,”. Pintu dibuka oleh Agus Tay, dan terlihat Margriet memegang rambut Angeline dengan kedua tangan Margriet. Posisi Angeline miring, badannya mengarah ke tempat tidur. Kakinya menyentuh lantai, tangannya lemas terkulai ke lantai, dengan posisi kepala setara dengan tempat tidur. Agustay melihat, selanjutnya Margriet membanting kepala korban ke lantai hingga kepalanya membentur lantai dengan keras. Ini yang mematikan Angeline.(art/rdr/tos/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa: Angeline Dibunuh Karena Warisan, Ini Buktinya!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler