Para mahasiswa asal Indonesia yang sedang belajar di Australia diharapkan akan menjadi pemimpin inovatif di masa depan, dan bisa memanfaatkan potensi yang ada di kedua negara, menciptakan lapangan kerja baru dengan pertumbuhan ekonomi dunia akan berpusat di kawasan Asia Pasifik di tahun-tahun mendatang.

Para mahasiswa mendapat bekal dari Australia Indonesia Business Forum 2015 yang diselenggarkan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) Cabang Monash University di kampus Clayton, Melbourne hari Rabu (30/9/2015).

BACA JUGA: Kawanan Ubur-Ubur Jenis Bluebottle yang Beracun Terdampar di Pantai Sydney

Satu persatu pembicara dalam panel bertajuk "Crafting Innovative Leaders in Golden Era" (Menciptakan Pemimpin Inovatif di Era Keemasan) memberikan dan menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh para mahasiswa untuk mempersiapkan diri mereka guna menyonsong dunia setelah mereka selesai sekolah nanti.


Panelis dari kiri: Andrew Bird, Richard Price, Destry Damayanti, dan Ivan Tandyo. (Foto: Kevin Tandyo)

BACA JUGA: Imigran Suriah di Sydney Inginkan Keluarganya Jadi Pengungsi Ekstra di Australia

 

Hadir dalam forum setengah hari itu, Rektor Monash University Alan Finkel, Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, dan Estelle Parker, Pejabat Direktur Negara bagian Victoria dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia sebagai pembicara utama.

BACA JUGA: Kasus Kanker di Australia Diprediksi Meningkat 40 persen pada 2020

Dalam sesi praktis guna menjelaskan situasi bisnis dan ekonomi di Australia dan Indonesia serta berbagai tantangan yang akan dihadapi mahasiswa di masa depan hadir Andrew Bird, Direktur Eksekutif UBS Australia, Destry Damayanti, Ekonom Kepala Bank Mandiri Indonesia, Dr Richard Price dari Australia Indonesia Center, Ivan Tandyo CEO Navanti Holding, Jason Tamara Widjaja, mahasiswa MBA di Uni Melbourne, Dr Adi Prananto, dosen senior di bidang Information System di Universitas Swinbourne, dan Sastra Wijaya dari ABC Australia Plus Indonesia.

Dalam diskusi, Dr Nasya Bahfen, pengajar bidang media dari Monash University menjadi moderator.

Dalam paparan masing-masing, hampir semua pembicara menjelaskan mengenai potensi Indonesia di masa depan, dan pentingnya hubungan antara Australia dan Indonesia di masa depan guna memastikan bahwa Australia dan warganya juga ambil bagian dalam kemajuan Indonesia.


Estelle Parker, Pejabat Direktur Victoria dari Departemen Luar Negeri Australia. (Foto: Kevin Rusli)

 

Secara spesifik, Andrew Bird dari lembaga keuangan UBS yang pernah lama ditempatkan di Indonesia dan dalam kerja sehari-harinya adalah mengumpulkan dana bagi kliennya untuk ditanamkan di Indonesia dan di tempat lain menjelaskan kemajuan perdagangan saham di Indonesia selama 13 tahun terakhir.

Menurut Andrew Bird, indeks saham Indonesia sudah naik 1400 persen dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, sementara di Australia hanya naik 260 persen dan peluang di pasar keuangan ini masih sangat besar karena saat ini 60 persen dari investor masih berasal dari luar negeri.

"Investor retail di Indonesia juga masih sangat kecil. Di Australia ada 14 juta orang yang memiliki rekening saham, sementara di Indonesia angkanya masih di bawah 1 juta." kata Andrew Bird.

Jumlah uang yang beredar di pasar keuangan sudah naik dari 45 miliar dollar di tahun 1995 menjadi 450 miliar dolar di tahun 2015.

Sementara itu Destry Damayanti dari Bank Mandiri  memberikan penjelasan mengenai situasi ekonomi di Indonesia saat ini, yang menurutnya sangat tergantung kepada perekonomian di China.

Namun menurut Damayanti dibandingkan negara lain, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak terlalu berfluktuasi dibandingkan negara lain karena masih dominannya konsumsi domestik.


Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema didampingi oleh Ketua PPIA Monash Stacey Hutapea. (Foto: Kevin Rusli)

 

Dalam paparan yang lebih praktis Dr Richard Price dari Australia Indonesia Center dan Ivan Tandyo, CEO Navanti Holdings memberikan berbagai kiat agar para mahasiswa Indonesia di Australia untuk menciptakan lapangan kerja bagi mereka sendiri dan bukannya memasuki dunia kerja yang sudah tersedia.

Ivan Tandyo yang berasal dari Indonesia sudah memiliki beberapa perusahaan yang bergerak dari bidang properti sampai ke jasa pembersihan. Dia memberikan beberapa kiat berdasarkan pengalaman pribadinya selama lebih dari 10 tahun terakhir melakukan bisnis di Australia. Sekarang  bisnisnya sudah melebar ke Indonesia.

Sementara itu, Dr Adi Prananto dari Swinbourne University memberikan gambaran mengenai prospek e-commerce, bisnis yang menggunakan internet sebagai alat komunikasi utama.

Adi Prananto menjelaskan potensi yang ada dan juga berbagai kendala yang mungkin akan mempengaruhi berkembangnya bisnis yang menggunakan internet di Indonesia, seperti peraturan hukum yang belum sepenuhnya mendukung dan faktor kepercayaan dari masyarakat untuk mau melakukan transaksi melalui internet.

 

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aktifis Anti Aborsi AS Dicekal Masuk ke Australia

Berita Terkait