Mahasiswa Kembali Desak DPR Bentuk Pansus Mafia Nikel

Kamis, 05 Desember 2019 – 18:00 WIB
Ilustrasi Gedung DPR. Foto: dok.

jpnn.com, JAKARTA - Massa yang tergabung dalam koalisi mahasiswa pedulli bangsa dan koalisi mahasiswa Indonesia kembali melangsungkan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (4/12) siang.

Masa gabungan mahasiswa dan pemuda dari berbagai kampus tersebut melakukan longmarch dari depan taman ria senayan hingga depan gedung DPR/MPR sembari membawa spanduk-spanduk tuntutan dan mengibarkan bendera merah putih.

BACA JUGA: Jangan Sampai Tiongkok Berbahagia di Atas Kesusahan Penambang Nikel Lokal Indonesia

Dalam tuntutanya para mahasiswa mendesak komisi VI dan komisi VII DPR RI agar segera membentuk pansus untuk membersihkan industri nikel Indonesia yang kini ditengarai sedang dikuasai oleh kartel/mafia.

Menurut Koordinator Aksi Dony Manurung, salah satu permainan yang sangat terlihat dalam proses transaksi nikel ialah melalui surveyor-surveyor yang melakukan tugas penilaian kadar bijih nikel dari penambang yang kemudian akan dijual kepada smelter.

BACA JUGA: Pelarangan Ekspor Nikel Dinilai Momentum yang Tepat

“Pemerintah itu sudah menunjuk surveyor-surveyor yang dipercaya untuk menghitung kadar nikel, seperti Sucofindo, Surveyor Indonesia, Carsurin, Geo Service, dan Anindy, namun kenyataan dilapangan 2 smelter besar yang dimiliki asing ini kerap kali menggunakan surveyor lain dan tidak mau menggunakan surveyor resmi pilihan pemerintah,” ujar dia.

Selain itu kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang dikeluarkan pemerintah melalui kepala BKPM Bahlil Lahadalia juga dinilai sarat akan kolusi, korupsi dan nepotisme yang berpotensi besar merugikan Negara dan penambang lokal hingga triliunan rupiah.

BACA JUGA: Kawasan Berikat Nikel di Morowali Difasilitasi Bea Cukai

Menurut Dony, pelarangan ekspor bijih nikel ini jelas-jelas akan membuat 26 smelter nasional yang sedang dalam proses pembangunan akan terlantar, hal tersebut disebabkan karena selama ini smelter-smelter tersebut hanya berharap dapat mengumpulkan anggaran dari hasil penjualan nikel kadar rendah yakni <1.7%, dan hingga saat ini pemerintah seperti menutup mata.

“Kalau larangan ini diberlakukan, mau dibawa kemana nasib 26 smelter nasional yang sedang dibangun saat ini? Padahal mereka hanya berharap dapat mengumpulkan anggaran dari hasil penjualan nikel kadar rendah, pemerintah harusnya bisa memberikan atensi khusus untuk ini, kan smelter-smelter itu punya anak bangsa sendiri, kok seperti malah dengan sengaja mau ditelantarkan,” beber dia.

Dilain pihak, Rahmat Pakaya dalam orasinya menyampaikan permainan harga penjualan bijih nikel saat ini juga sangat bermasalah. “Beberapa waktu lalu katanya kepala BKPM mengadakan pertemuan dengan para pengusaha dan menghasilkan “harga kesepakatan” bijih nikel yakni USD 27-30/WMT, ini jelas menabrak aturan, kan sudah ada Harga Patokan Mineral (HPM) yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Pasal 85, kenapa bikin harga yang malah dibawah HPM?” ujar Rahmat.

Kondisi seperti inilah menurutnya yang melanggengkan praktek kartel/mafia nikel di Indonesia.


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler