jpnn.com - JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. menilai bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum jika keputusan tersebut melanggar etika dan moral.
Menurut dia, langkah semacam itu pernah dilakukan DKPP, sekurang-kurangnya dalam kasus Buton Utara, dan berlaku efektif.
BACA JUGA: Mendagri Yakin Data DP4 Tidak Ada Masalah
DKPP pernah membatalkan keputusan KPU Kabupaten Buton Utara yang menganulir penetapan pasangan Ridwan Zakaria-Harmin Hari sebagai calon bupati-wakil bupati terpilih dalam pilkada di kabupaten itu.
DKPP juga menjatuhkan sanksi teguran tertulis berupa peringatan keras kepada ketua dan anggota KPU Buton Utara karena melanggar kode etik yang sangat berat.
BACA JUGA: Kemendagri Minta Pemkab Bone Bolango Taati UU
Mahfud berpendapat, keputusan serupa bisa saja dijatuhkan untuk kasus pemilihan gubernur (pilgub) Provinsi Jawa Timur jika dalam sidang DKPP menyatakan telah terjadi pelanggaran kode etik oleh ketua dan anggota KPU Jatim.
"Pembatalan keputusan KPU oleh DKPP sudah berjalan, sehingga tidak haram dilakukan lagi kalau memang ada bukti pelanggaran etika dan moral yang menggunakan formalitas akal-akalan yang membunuh demokrasi dari hulu," kata Mahfud di gedung Lemhanas, Jakarta, kemarin (30/7).
BACA JUGA: PAN Kerahkan 255 Bus, Angkut Gratis 13.559 Pemudik
Guru besar tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) itu menegaskan, demokrasi yang harus dibangun di negara ini adalah demokrasi yang terhormat, demokrasi yang melindungi hak konstitusional warga negara, demokrasi yang memungkinkan terjadinya persaingan secara sehat, adil, jujur, dan bermartabat.
"Demokrasi harus bersih. Kalau pembunuhan demokrasi dari hulu dengan permainan formalitas, semua harus melawan hal seperti itu. Sebab, demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang terhormat," tegas pria asal Madura tersebut.
Dia menyatakan, DKPP mengadili persoalan etika, sedangkan hukum merupakan kristalisasi etika. "Jika etika dilanggar sedemikian rupa sehingga substansinya hilang, yakni melindungi hak konstitusional, etika harus diutamakan. Sebab, aturan merupakan produk etika. Yang diutamakan bukan aturannya, tapi etikanya," katanya.
Prinsip tersebut dia terapkan dalam membuat putusan di Mahkamah Konstitusi. Mahfud melihat prinsip yang sama diterapkan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie dalam membuat putusan.
"Pengalaman saya membuat putusan tak peduli formalitas kalau susbstansinya melanggar etika dan moral. Itu saya lakukan di MK dan dilakukan DKPP sekarang," ujarnya.
Lebih lanjut, Mahfud menyatakan, DKPP telah membuat perjanjian dengan Kejaksaan Agung dan Polri. Dengan demikian, kata dia, kalau ada pelanggaran etika yang bercampur pidana, DKPP sebaiknya melimpahkan pelanggaran pidana tersebut ke kepolisian dan kejaksaan.
Rencananya, hari ini DKPP mengambil putusan terkait dengan dugaan pelanggaran etika oleh KPU Jatim. (bay/c5/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejanggalan Makin Terbuka, Lebih Baik Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi