jpnn.com, JAKARTA - Mohammad Mahfud MD menyinggung rencana pemindahan ibu kota negara dari sisi hukum tata negara, ketika berbicara di depan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, di Istana Negara, Jakarta pada Senin (2/9).
Menurut Mahfud, rencana itu sedang ramai diperbincangkan publik. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak. Kemudian berkembang juga pendapat jika rencana itu mesti didahului dengan pebahan Undang-undang, tetapi ada juga yang menilai tidak harus.
BACA JUGA: Briptu SN Dapat Bisikan Gaib Mau Bertemu Jokowi, Akhirnya Diamankan Paspampres
"Menurut kami soal ada yang setuju dan ada yang tidak setuju adalah biasa dalam demokrasi. Dan justru itu mempersehat demokrasi kita," kata Mahfud.
BACA JUGA: Pemindahan Ibu Kota, Pevita Pearce Bilang Begini
BACA JUGA: Tsani: Pansel Belum Maksimal Menyerap Aspirasi soal Capim KPK
Hal itu disinggungnya saat menyampaikan sambutan pada pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 Tahun 2019 yang dibuka oleh Presiden Jokowi. Forum itu dihadiri pimpinan lembaga tinggi negara, menteri Kabinet Kerja dan 250 peserta.
"Yang jelas menurut hukum tata negara, yang punya hak dan wewenang untuk membuat kebijakan dalam hal yang sifatnya opsional seperti berencana memindahkan atau tidak memindahkan ibu kota di dalam keadaannya seperti sekarang ini adalah presiden," tegas Mahfud.
BACA JUGA: Ini Nama 10 Capim KPK Pilihan Pansel
Jokowi yang saat itu didampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo, tampak tersenyum dan manggut-manggut mendengar pendapat Mahfud yang bicara dalam kapasitas ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Selain menyatakan presiden lah yang punya wewenang, Profesor kelahiran Madura itu juga menyebut tidak ada ketentuan yang menyebut bahwa aturannya harus dibuat lebih dulu, baru dimulai langkah-langkah untuk memindahkan ibu kota.
"Yang penting kalau nanti semua sudah siap, barulah pemindahan yang resmi dilakukan dengan pembentukan UU baru atau perubahan terhadap UU yang sudah ada. Kami yakin selama pemerintah konsisten dan cermat dalam melaksanakan perencanaan ini, maka semua akan selesai dengan baik," jelasnya.
Yang terpenting lagi, tambah mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu memastikan tidak ada pelanggaran prosedur dalam rencana itu karena pemindahan resminya secara yuridis baru dilakukan nanti dengan UU ketika sudah benar-benar akan pindah. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belum Ada Investor Tertarik Invetasi di Ibu Kota Baru
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam