Mahfud MD Berbicara Blak-blakan soal Korupsi Era Sekarang, Ada Kata Bobrok

Kamis, 27 Mei 2021 – 08:17 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto/Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut korupsi pada era reformasi sekarang ini makin luas dibanding zaman Orde Baru.

Dia menyebut pada zaman Orba terjadi korupsi besar-besaran, tetapi itu terkonsentasi dan diatur melalui jaringan korporatisme oleh pemerintahan masa itu.

BACA JUGA: Kasus Korupsi Rp 24,7 miliar, Dua Eks Direktur Bank Ini Ditahan

"Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan," kata Mahfud MD dalam siaran persnya, di Jakarta, Rabu (26/5).

Fakta itu menurut dia tak bisa dibantah. Terbukti, orde baru direformasi dan rezim Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN.

BACA JUGA: Kabaharkam Komjen Arief Sulistyanto: Kami Mohon Dukungannya

"Penyebutan itu ada di Tap MPR, undang-undang, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan lainnya," lanjut Mahfud dalam sambutan pada pelantikan Dr Makmun Murad sebagai rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Selasa (25/5).

Namun, kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu, setelah reformasi, korupsi makin meluas.

BACA JUGA: 39.840 Nomor HP yang Dipakai Menjaili Operator 110 Polda Sumut Kena Blokir

Sekarang ini, katanya, atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif tetapi sudah meluas secara horizontal kepada oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif dan secara vertikal dari pusat sampai ke daerah-daerah.

"Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal," ucap guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.

Menurut Mahfud, bila dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan pemerintah, tetapi sekarang ini sebelum APBN dan APBD diketok palu sudah ada berbagai negosiasi proyek untuk APBN dan APBD.

Menteri pertahanan pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu menengarai banyak yang masuk penjara karena jual beli APBN dan Perda.

"Saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja," ucap pasangan Zaizatoen Nihajati itu.

Tokoh kelahiran Sampang, Madura itu mengatakan, semua itu dilakukan atas nama demokrasi dan pemerintah tidak mudah menindak lantaran di dalam demokrasi, pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya.

Dari hal itu pula Mahfud mengaku paham dengan istilah 'demokrasi kriminal' yang pernah dilontarkan ekonom senior Rizal Ramli.

"Situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif. Sebab, tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi," tutur dia.

Mahfud juga mengatakan kunci penyelesaiannya tidak cukup hanya dengan aturan-aturan atau jabatan. Sebab, aturan dan jabatan dibuat melalui apa yang diasumsikan sebagai keharusan demokrasi.

"Jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok. Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya. Itulah tugas kita ke depan," ujar Mahfud MD.

Oleh karena itu, dia menyebut perlunya penataan ulang demokrasi dengan keluhuran moral para aktornya agar yang tumbuh adalah demokrasi substansial, bukan demokrasi kriminal.

"Ada dalil yang menyatakan bahwa dalam arti tertentu hukum adalah produk politik, jika moralitas politik bagus maka hukum dan penegakannya akan bagus. Tetapi jika moralitas politik jelek maka hukum dan penegakannya juga akan jelek," pungkas Mahfud MD. (antara/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler