Mahfud Minta KPK-Polri Duduk Semeja

Tak Bisa Dibawa ke Sidang MK

Senin, 06 Agustus 2012 – 08:36 WIB
BONDOWOSO - Ketegangan antara Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi Korps Lalu Lintas (Korlantas) belum mereda. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. meminta pimpinan KPK dan Kapolri duduk semeja untuk menyelesaikan kasus yang berpotensi memunculkan konflik Cicak vs Buaya II ini.

"Saya berharap KPK dan Polri duduk bersama agar masyarakat tidak bingung," kata Mahfud di sela-sela acara pengajian konstitusi di Ponpes Al Qurtubi, Bondowoso, kemarin (5/8).

Menurut dia, dua institusi itu sebaiknya tidak saling mengklaim paling berwenang dalam menangani kasus pengadaan simulator SIM tersebut. Sikap berebut KPK dan Mabes Polri justru tidak menguntungkan masa depan penegakan hukum. "Jika kedua penegak hukum ikhlas dan serius memberantas korupsi, seharusnya mereka saling koordinasi," katanya.

Mahfud juga menegaskan, konflik KPK-Polri tidak bisa dibawa ke MK karena salah satu lembaga penegakan hukum itu tidak diatur dalam UUD. "Lembaga negara yang bersengketa yang bisa dibawa ke MK adalah lembaga negara yang diatur dalam UUD. KPK belum ada di UUD," katanya.

Menurut Mahfud, langkah terbaik untuk penyelesaian rebutan penanganan perkara dan tersangka kasus ini adalah presiden. Presiden, kata dia, misalnya bisa menunjuk Menko Polhukam menjadi penengah. "Bersepakat itu adalah jalan terbaik. Kalau saling ngotot dengan aturan formal, tak akan selesai. Soalnya, semua merasa punya pasal yang benar," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan, presiden memang tidak perlu mengintervensi proses hukum. Tapi, ada aturan main yang harus ditegakkan. Aturan main itu tertuang di UU KPK. "UU sudah mengatur dengan jelas. Tidak bisa UU itu dikalahkan oleh perjanjian atau kesepakatan antara KPK dan Polri," tegas Pram "begitu dia biasa disapa.

KPK, lanjut Pram, harus berpegang teguh pada UU yang menaunginya. "Apakah kalau ada kesepakatan antara KPK dan DPR, kemudian ada salah satu anggota DPR terkena, bisa menjadi tidak kena? Tentu tidak. Ada UU yang mengaturnya," kata mantan Sekjen PDIP 2005-2010 itu.

Dia tidak sependapat dengan imbauan yang terkesan meminta KPK "melunak" atas nama kebersamaan. Pram menyebut pijakan dalam persoalan hukum adalah UU. "Yang lain-lain itu norma untuk mengatur saja. Kalau ada perbedaan, UU yang menjadi pegangan," ujarnya.

Pram melanjutkan, di dalam konstitusi, presiden diamanatkan untuk menjalankan UU. Substansi di dalam UU KPK sendiri sudah jelas. "Presiden tinggal memerintahkan kepada seluruh kekuasaannya. UU harus dijalankan. Tidak ada penafsiran lain," kata Pram.

Terkait dengan rencana Menko Polhukam memfasilitasi pertemuan pimpinan KPK dengan Kapolri, Pram tidak mempersoalkannya. Tapi, dia mengingatkan bahwa pertemuan itu hanya silaturahmi.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Bambang Soesetyo mengatakan, presiden tidak perlu ragu mengintervensi kasus KPK-Polri tersebut. Sebab, intervensi itu merupakan bagian dari tugasnya sebagai kepala negara. "Kalau presiden berketetapan institusi apa yang berwenang menangani kasus itu, ketetapan presiden itu bukanlah sebuah intervensi atas proses hukum," ujar Bambang. (eko/sh/bay/pri/c2/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejaksaan Dituding Lemah Tindak Kepala Daerah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler