Mahfud Tegaskan Tidak Nyapres

Kamis, 26 Januari 2012 – 06:00 WIB

JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tampaknya jengah juga ditanya perihal kedekatannya dengan Ketua Partai Golkar Aburizal Bakrie. Apalagi, jika itu dikaitkan dengan isu bahwa dirinya bernafsu untuk menjadi calon wakil presiden (Cawapres). Mahfud berharap agar isu tidak lagi diperpanjang karena dia tidak berhasrat menjadi cawapres.
   
Hal itu dia sampaikan saat menghadiri acara Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia di Jakarta Selatan, Rabu (25/1). Lebih lanjut dia menambahkan, konyol apabila ada hasrat untuk menjadi pucuk pimpinan di negeri ini dan langsung berkoar. "Kalau memang ada rencana, pasti saya menjaga perasaan parpol," ujarnya.
   
Dengan demikian, jika selama ini dia diidentikkan dengan satu partai saja yakni Golkar, bisa jadi malah merugikan dia. Mahfud menambahkan, menjaga perasaan parpol sangat penting supaya dukungan kepada dirinya bisa melonjak.

Tetapi, karena tidak ada niatan untuk menjadi cawapres, maka Mahfud tidak terlalu memperdulikan itu. "Saya tidak peduli dan tidak butuh itu," tegasnya.

Malah dengan tidak adanya hasrat untuk maju di Pilpres 2014 bisa membuatnya berbicara apapun. Mulai kriteria calon pemimpin ideal hingga kritiknya terhadap sistem pemilu yang banyak kecurangan.

Entah sadar atau tidak, sikap Mahfud yang seperti itu sebenarnya telah memikat berbagai kalangan. Buktinya, dalam berbagai survey yang dirilis oleh berbagai lembaga beberapa waktu lalu menempatkan nama Mahfud sebagai calon potensial. Bahkan, namanya pernah berada diatas nama besar politisi lainnya.

Di survey Golkar sendiri misalnya. Mahfud disebut layak mendampingi Aburizal Bakrie sebagai cawapres. Putera Madura itu disebut Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham bersaing bersama Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan mantan Sekjen PDIP Pramono Anung.

Meski demikian, peluang untuk maju sebagai RI 1 atau RI 2 tetap terbuka. Mahfud menyebut semuanya tergantung pada situasi politik yang ada di Indonesia. Tetapi, lagi-lagi dia menegaskan tidak berburu partai politik untuk kendaraan politiknya. "Sudah berulang kali saya bilang tentang ini," tuturnya.

Terpisah, dia kembali menyentil masih suburnya praktik kecurangan dalam pemilu. Malah, Mahfud menyebut makin kreatif saja pola untuk berbuat nakal. Makin terstruktur karena kecurangan itu melibatkan kontestan, KPU, sampai melibatkan Pemerintah Daerah. Tidak lagi hanya melibatkan kontestan atau calon yang ikut pemilu.

Modus itu di antaranya mulai melibatkan penyelenggara pemilu. KPU bisa memaksakan orang yang tidak memenuhi syarat diikutkan menjadi daftar pemilih. Sebaliknya, mereka yang dianggap memenuhi syarat bisa dicoret. "Memenuhi syarat, dicoret itu tidak boleh berperkara ke MK karena tidak pernah menjadi peserta. Itu kecurangan model baru," ujarnya.
     
Nah, modus unik lainnya dilakukan oleh calon perorangan. Selama ini, calon independen untuk bisa lolos menjadi yang dipilih harus bisa memenuhi syarat jumlah dukungan melalui KTP. Curangnya, KTP-KTP itu ada yang diambil dari bank dan bukan dari pendukung betulan.

Modus yang lebih aneh ditunjukkan oleh pemerintah daerah dengan mempermainkan anggaran pemilu. Kalau anggaran atau potensi partainya tidak menguntungkan, maka dana itu tidak akan mudah dicairkan. "Jadinya, tidak terlaksana perintah hakim konstitusi," terangnya. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Minta Amir Dicoret dari Timsel KPU


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler