Mahfud mencontohkan birokrasi di Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) maupun MK yang tergolong bagus bukan karena pimpinannya namun karena pegawainya orang-orang baru yang terlepas dari birokrasi lama dan terbebas dari hal-hal yang menghambat penegakan hukum.
“Sebutlah Hendarman Supandji, sebelumnya adalah jaksa yang hebat dan bersih, tapi begitu masuk Kejagung, beliau tidak bisa berbuat banyak karena terbelenggu birokrasi lama, yang justru menghambat penegakan hukum di Kejagung sendiri,” kata Mahfud dalam diskusi hukum dan keadilan yang digelar oleh PP Ikatan Sarjana Nahdlatukl Ulama (ISNU) di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya Jakarta, Jumat (9/11).
Ditegaskan Mahfud, pejabat maupun birokrasi harus terputus dari masa lalu yang sarat dengan korupsi. “Jadi, birokrasi dan elit kita yang tersandera dengan masa lalu yang membuat kultur hukum kita ini buruk, padahal kultur rakyat sangat bagus,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum ISNU Ali Masykur Musa mengatakan, Indonesia belum mempunyai institusi penegak hukum yang berwibawa di tengah banyaknya kasus mafia peradilan dan korupsi yang melibatkan oknum-oknum kepolisian, kejaksaan, hakim, dan pengacara. Menurutnya, institusi penegak hukum justru terbelit dengan persoalan hukum.
"Hakim tindak pidana korupsi justru menjadi tersangka dalam kasus suap dan korupsi. Jaksa memilih dan membuang pasal-pasal penuntutan berdasarkan transaksi kepentingan," kata Ali.
Ditambahkannya, dalam hall culture jug masih ada kesenjangan antara hukum tertulis dengan perbuatan. Menurutnya, hukum gagal mendapat tempat dalam kerangka budaya masyarakat karena hukum dibuat berbeda dengan keinginan mereka.
"Akibatnya, menegakkan supremasi hukum ibarat menegakkan benang basah karena hukum dibuat sekadar sebagai peraturan untuk dilanggar karena tidak berjangkar dari nilai-nilai masyarakat, tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, tidak melindungi dan membela kepentingan mereka," tegas Ali.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dhana Divonis, Keluarga Menangis
Redaktur : Tim Redaksi