Mahfudz: Kesejahteraan Dosen Sudah Seharusnya Diperjuangkan

Jumat, 08 November 2024 – 09:30 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Mahfudz Abdurrahman. ANTARA/HO-Humas DPR RI.

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Mahfudz Abdurrahman mengatakan bahwa kesejahteraan dosen di Indonesia sudah seharusnya diperjuangkan karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Dia menyatakan pihaknya serius memperjuangkan kenaikan gaji dosen di Indonesia. Mahfudz menegaskan bahwa hal itu memastikan kesejahteraan dosen.

BACA JUGA: Bedah Buku: Dosen Doktoral IPB Pastikan Teori-Teori Komunikasi Pembangunan Sudah On The Track

“Komisi X DPR RI akan ikut membahas dan juga tentu memberikan masukan atas rencana solusi masalah kesejahteraan dosen. Kami di Komisi X sangat serius atas hal ini," kata Mahfudz di Jakarta, Jumat (8/11).

Menurut dia, Komisi X DPR memberikan perhatian besar terhadap persoalan penghasilan yang diterima para dosen berstatus aparatur sipil negara (ASN) ataupun swasta yang terbilang belum layak.

BACA JUGA: Nadiem Makarim Titipkan Guru, Dosen, Tendik & Pegiat Seni kepada Menteri Baru, Mengharukan

Komisi X pun meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) agar mencari solusi nyata dengan segera.

 “Penghasilannya sekitar 3 jutaan rupiah per bulan, bahkan ada yang di bawah 3 juta rupiah dengan beban tugas kerja dan laporan yang sangat banyak. Selain itu, juga tuntutan terhadap persoalan tunjangan kinerja yang berhenti sejak tahun 2020, ini harus disegerakan supaya jelas," ungkapnya.

BACA JUGA: PGRI Punya Harapan kepada Mendikdasmen & Mendiktisainstek, Kesejahteraan Guru Dosen Meningkat

Pihaknya berharap Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menjadikan memprioritaskan persoalan kesejahteraan dosen.

"Kami berharap Menteri Satryo dan jajarannya agar menjadikan persoalan kesejahteraan dosen termasuk hal yang prioritas," kata dia.

Sebelumnya, Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro menyatakan siap memperjuangkan kenaikan gaji bagi dosen, baik ASN maupun swasta, dengan bantuan dari Komisi X DPR RI.

 "Untuk kenaikan gaji dosen, kami juga akan membuat skenario bahwasanya kalau gaji dosen ASN dinaikkan, swasta tidak, itu juga akan menimbulkan permasalahan baru. Oleh karena itu, dengan bantuan dari Komisi X memperjuangkan anggaran yang dibutuhkan untuk menaikkan gaji dosen, baik ASN maupun swasta," kata Satryo dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).

Meskipun bukan merupakan hal yang mudah, kata Satryo, pihaknya akan berusaha agar kenaikan gaji dosen tidak hanya berlaku bagi mereka yang berstatus ASN, tetapi juga  dari perguruan tinggi swasta. "Mendanai program-program oleh swasta itu tidak mudah, tetapi bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," ujar dia.

Upaya untuk menaikkan gaji dosen itu juga merupakan tanggapan dari Satryo atas tuntutan dari Serikat Pekerja Kampus (SPK) yang disampaikan oleh Komisi X DPR RI. Pada Selasa (5/11) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X, SPK meminta pemerintah mengupayakan dosen-dosen di Indonesia memperoleh upah yang layak, yakni minimal Rp 10 juta per bulan.

"Tuntutan kami, tentu saja kami berharap, berikan upah yang layak. Take home pay minimal Rp 10 juta. Kenapa Rp 10 juta? Karena di kementerian pun, mohon maaf Kementerian Keuangan di bawah S-1 pun mereka take home pay Rp 10 juta," kata Ketua SPK Dhia Al Uyun.

Apabila tidak memungkinkan Rp 10 juta per bulan, kata Dhia, SPK menilai standar gaji yang layak bagi dosen adalah minimum sebesar 3 kali UMR di suatu daerah.

Dhia yang merupakan dosen Universitas Brawijaya itu menyampaikan bahwa SPK telah melakukan riset dan menemukan bahwa 61 persen dari 1.200 dosen mendapatkan gaji bersih (take home pay) di bawah Rp3 juta.

 "Kami sudah ada riset, 1.200 dosen itu di bawah Rp3 juta untuk jenjang pendidikan S-2, dosen minimal S-2, jadi setara upah satpam bank. Kemudian, dosen PTS lebih tragis lagi karena mereka di bawah Rp 2 juta, lebih rendah dari tukang bangunan, padahal mereka juga S-2," ucap dia.

Dia menyampaikan bahwa 61 persen dari 1.200 dosen yang mengikuti riset SPK menyatakan beban kerja mereka tidak sebanding dengan kompensasi yang didapatkan. Sekitar 76 persen di antaranya mengaku bekerja sampingan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Jadi, dosen-dosen di Indonesia kayanya karena kerja sampingan, bukan karena profesi sebagai dosen," kata dia. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler