jpnn.com - Sepuluh hari terakhir Iran diguncang demonstrasi besar di ibu kota Teheran dan puluhan kota lain di berbagai provinsi.
Ini merupakan demonstrasi yang terbesar sejak revolusi Iran pecah pada 1979 dan berhasil menggulingkan kekuasaan Shah Reza Pahlevi.
BACA JUGA: Demo Anti-Pemerintah Makin Parah, Iran Tuduh 2 Negara Ini Mengompori
Bedanya—atau uniknya—kali ini demonstrasi menentang pemerintah ini disponsori dan diikuti oleh emak-emak.
Demo ini terjadi karena seorang perempuan bernama Mahsa Amini, 22 tahun, ditangkap oleh polisi susila saat sedang berjalan-jalan bersama keluarganya di Teheran pada 13 September.
BACA JUGA: Unjuk Rasa di Iran Semakin Memanas, Badan Intelijen Mengancam Jatuhkan Sanksi
Dia dibawa ke pusat penahanan pelanggaran susila, dan 3 hari kemudian didapati sudah meninggal dunia.
Polisi mengatakan Amini mengalami serangan jantung mendadak.
BACA JUGA: Perempuan Tewas di Sel Polisi Hijab, Jalanan Iran Kembali Membara
Keluarga tidak percaya, karena pada sekujur tubuh jenazah terdapat luka-luka memar dan darah mengalir dari luka-luka terbuka.
Keluarga tidak bisa menerima penjelasan polisi dan menuntut agar penyebab kematian yang sesungguhnya dibuka.
Mirip dengan kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang coba ditutup-tutupi polisi Indonesia, polisi Iran bersikukuh dengan alasannya bahwa Amini meninggal karena serangan jantung.
Video jenazah Amini dengan luka-luka segar di sekujur tubuh menyebar menjadi viral.
Entah mendapat keberanian dari mana, pada keesokan harinya puluhan perempuan berkumpul di Tehran dengan membawa poster-poster anti pemerintah.
Mereka juga meneriakkan yel-yel menentang kekerasan oleh pemerintah.
Dalam waktu singkat, demonstrasi makin besar dan pada hari berikutnya menyebar ke berbagai wilayah di berbagai provinsi.
Di Iran diberlakukan keharusan mengenakan hijab lengkap.
Polisi susila setiap saat berpatroli dan akan menangkap perempuan yang tidak berhijab.
Aturan berpakaian lengkap untuk wanita telah menjadi hukum di Republik Islam Iran sejak revolusi 1979.
Polisi menangkap Amini yang baru keluar dari stasiun kereta api karena melihat hijabnya tidak menutup rambut dengan sempurna.
Amini dibawa ke pusat penahanan Vozara yang menjadi pusat edukasi dan rehabilitasi wanita yang melanggar aturan berhijab.
Vozara juga menjadi pusat pendidikan dan rehabilitasi perempuan yang dianggap melanggar aturan syariah.
Polisi tidak memberikan penjelasan mengapa Mahsa Amini ditahan, selain menyangkut aturan hijab.
Menurut keluarga, Amini sudah mematuhi aturan dan mengenakan jubah panjang yang longgar.
Keluraga mengatakan, Amini ditangkap saat dia keluar dari kereta bawah tanah bersama saudara laki-lakinya.
Mereka sudah menjelaskan sedang berwisata di ibukota, tapi diabaikan oleh polisi.
Polisi mengatakan Amini tiba-tiba pingsan karena serangan jantung di pusat penahanan, saat menerima pelatihan pendidikan tentang aturan hijab.
Keluarganya membantah klaim ini, mereka mengatakan Amini sehat sempurna sebelum penangkapannya.
Kakaknya, Kiarash Amini mengatakan, dia sedang menunggu di luar pusat penahanan pada hari penangkapannya ketika dia mendengar teriakan dari dalam.
Sebuah ambulans tiba-tiba keluar dari pusat penahanan.
Kiarash Amini mendengar kabar dari saksi mata bahwa polisi telah membunuh seorang wanita muda di dalam.
Sebuah foto dan video Mahsa Amini yang beredar luas di media sosial pada 15 September menunjukkan dia terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit dengan selang di mulut dan hidungnya.
Darah mengalir dari telinganya dan memar di sekitar matanya.
Beberapa dokter Iran mengatakan di Twitter bahwa meskipun mereka tidak memiliki akses ke file medisnya, pendarahan dari telinga menunjukkan dia mengalami gegar otak akibat cedera di kepala.
Ayah Mahsa mengatakan bahwa putrinya tidak memiliki masalah kesehatan atau riwayat masalah jantung.
Dia mengatakan putrinya mengalami luka-luka fatal, dan pihak keluarga menuntut polisi bertanggung jawab atas kematiannya.
Kematian Amini telah memicu kemarahan luas di masyarakat.
Awalnya gerakan ini hanya diikuri oleh emak-emak dan gadis-gadis muda dan remaja.
Akan tetapi, dalam beberapa hari terakhir gerakan anti-pemerintah meluas dan diikuti oleh semakin banyak kalangan.
Aksi demonstrasi setelah kematian Amini dimulai pada 17 September dan telah menyebar ke lebih dari 40 kota di Iran.
Sebagian besar demonstrasi terkonsentrasi di barat laut Iran yang berpenduduk Kurdi.
Suku Kurdi yang umumnya beragama Islam sunni menjadi minoritas di Iran yang mayoritas syiah.
Demonstrasi oleh suku Kurdi ini bisa memantik perseteruan etnis yang sudah lama terpendam.
Suku Kurdi sering menjadi korban diskriminasi karena perbedaan mazhab.
Demonstrasi besar kali ini bisa menjadi pemicu bagi krisis politik yang lebih serius.
Pemerintah Iran bertindak tegas terhadap para demonstran.
Presiden Iran Ibrahimi Raisi sudah memerintahkan polisi agar kematian Mahsa Amini diusut tuntas dan pelakunya diadili.
Akan tetapi, hal ini tidak membuat para penentang pemerintah puas, sebaliknya gerakan makin meluas.
Polisi bertindak tegas dengan melempar gas air mata dan membubarkan kerumunan dengan tembakan peluru tajam.
Setidaknya tercatat 40 orang demonstran yang umumnya emak-emak dan perempuan muda tewas selama 10 hari terakhir.
Jumlah korban yang tepat belum bisa dipastikan.
Dalam situasi yang kaos seperti sekarang, sulit mendapatkan angka yang akurat.
Demonstrasi meluas dan para demonstran makin berani.
Mereka membakar ban dan membuka hijab lalu melemparkannya ke tengah kobaran api.
Banyak wanita demonstran yang membawa gunting, membuka hijab dan kemudian memotong rambutnya dan memamerkannya kepada publik.
Mak-mak itu melampiaskan kekesalannya kepada pemerintah yang dianggap terlalu represif terhadap perempuan.
Selama 40 tahun pasca-revolusi, baru kali ini perempuan berani melakukan demonstrasi besar-besaran menentang kebijakan pemerintah.
Berbabagi demonstrasi sporadis sangat sering terjadi, tetapi kali ini skalanya jauh lebih besar dan akibat politiknya bisa jauh lebih serius.
Pemerintah Iran menuduh ada infiltrasi kekuatan asing yang menjadi provokator gerakan ini.
Presiden Ibrahimi Raisi yang baru saja menghadiri forum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) di New York, menuduh Amerika berada di balik demonstrasi ini.
Pemerintah Iran mematikan jaringan internet untuk meredam meluasnya demonstrasi, tetapi sejauh ini para demonstran masih tetap berlangsung.
Sejak pecah revolusi Islam sampai sekarang, perseteruan Iran melawan Amerika tidak pernah reda.
Sampai sekarang Amerika masih tetap melakukan embargo ekonomi terhadap Iran.
Kondisi ekonomi Iran sangat berat akibat blokade ekonomi Amerika, tetapi Iran tetap tidak pernah menyerah.
Iran masih tetap konsisten dengan kebijakan luar negeri anti-Amerika dan anti-Israel.
Amerika melakukan apa saja untuk menundukkan Iran, tetapi tidak pernah berhasil.
Demonstrasi mak-mak kali ini akan menjadi ujian serius bagi pemerintah Iran untuk mempertahankan kedaulatannya.
Serangkaian demonstrasi besar yang disebut sebagai ‘’Arab Spring’’ atau Revolusi Musim Semi Arab terjadi pada 2010 di berbagai negara Arab.
Revolusi ini membawa kejatuhan rezim di Tunisia, Libya, Mesir, dan menggoyahkan pemerintahan Syria sampai sekarang.
Banyak yang menuduh revolusi Arab Spring merupakan proyek Barat dan Amerika untuk menundukkan rezim-rezim anti-Amerika di Timur Tengah.
Rezim-rezim kuat di Libya dan Tunisia yang berkuasa puluhan tumbang oleh revolusi musim semi yang disponsori oleh para aktivis demokrasi pro-barat.
Setelah rezim lama tumbang, rezim baru berkuasa, tetapi situasi nasional makin kacau balau dan jauh dari kondisi demokrasi yang ideal.
Setelah menyapu Timur Tengah, ada tanda-tanda revolusi musim semi akan menyapu Iran. (*)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror