Mahyudin soal Konsep Jihad dan Staf jadi Mualaf

Minggu, 20 Mei 2018 – 05:37 WIB
Wakil Ketua MPR Mahyudin sosialisasi Empat Pilar di Pondok Pesantren Al Banjari, Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (19/5) petang. Foto: Ken Girsang/JPNN.com

jpnn.com - Terorisme bukan ajaran Islam dan sangat bertentangan dengan konsep jihad yang sebenarnya. Terorisme hanya menimbulkan ketakutan dan korban jiwa sia-sia. Sementara jihad, mengutamakan cinta kasih pada sesama. Hasilnya, banyak orang ingin mendalami ajaran Islam dan siap menjadi mualaf.

Ken Girsang - Balikpapan

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Mahyudin Doakan Kota Balikpapan Aman

Konsep jihad mengutamakan cinta kasih inilah yang senantiasa diamalkan Mahyudin setiap waktu. Baik dalam menjalankan tugas sebagai Wakil Ketua MPR, maupun dalam melakoni kehidupan sehari-hari.

Kebiasaan itu ternyata membawa dampak yang luar biasa. Suatu hari mantan Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur ini dikagetkan dengan sebuah peristiwa yang tidak biasa. Salah seorang stafnya yang kebetulan beragama non muslim, tiba-tiba menyatakan ingin menjadi seorang mualaf.

BACA JUGA: MPR Rajin ke Pesantren untuk Memperkuat Ideologi Pancasila

Saking kagetnya, Mahyudin berusaha mengingat-ingat apakah pernah mengajak stafnya itu untuk pindah agama. Namun sepanjang ingatannya, tidak sama sekali. Pria kelahiran 8 Juni 1970 ini hanya mengingat, selalu berusaha menjalankan perintah agama.

Misalnya dalam menjalankan ibadah lima waktu, sesibuk apa pun dirinya akan selalu dilakoni. Bahkan ketika sedang dalam perjalanan dinas dan tengah berada di tengah jalan sekalipun, Mahyuddin akan meminta mampir di tempat tertentu untuk melaksanakan salat.

BACA JUGA: Bamsoet Serukan Jihad Melawan Korupsi

"Jadi tidak pernah sekalipun saya ajak. Tapi memang dia sering ikut misalnya saat mampir di suatu tempat saat saya melaksanakan salat. Demikian juga saat saya mengunjungi pesantren atau tempat-tempat ibadah, dia sering ikut," ujar Mahyudin di hadapan ratusan santri, saat menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar di Pondok Pesantren Al Banjari, Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (19/5) petang.

Para santri terlihat begitu khidmat mengikuti pemaparan yang disampaikan Mahyudin. Di hadapan sekitar 400 santri pria, Mahyudin kemudian menyoroti aksi bom bunuh diri yang terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5) lalu.

"Bayangkan, kemarin teroris melakukan aksi bom bunuh diri dengan membawa anaknya yang masih berusia 9 dan 12 tahun. Mereka melakukan itu dengan alasan jihad. Pemahaman saya, itu bukan ideologi Islam, tapi ideologi teroris. Mereka menggunakan alasan jihad," katanya.

Politikus Partai Golkar ini lalu mengajak para santri mengamalkan ajaran agama sesuai perintah Allah. Ia menilai, memberi makan anak yatim dan membantu tetangga yang sedang kesulitan, merupakan jihad yang wajib dilaksanakan umat muslim.

"Jangan sampai terkontaminasi untuk memecah belah bangsa. Islam yang kita anut ahlussunnah wal jamaah. Kuncinya hidup harus punya prinsip. Walau banyak orang hidup di zaman sekarang marak dengan hoaks, kita tidak ikut-ikutan," tuturnya.

Kepada wartawan Mahyudin mengatakan, sosialisasi empat pilar tidak hanya kali ini dilakukan ke pesantren. MPR menurutnya rajin berkeliling ke berbagai penjuru tanah air dan menyapa berbagai elemen masyarakat yang ada.

"Sosialisasi empat pilar perlu ditingkatkan, apalagi ada tantangan kebangsaan seperti adanya kejadian terorisme. Saya kira semua pihak perlu bersama untuk menangkal terorisme. Sekarang masyarakat semakin sadar akan pentingnya ideologi Pancasila," katanya.

Mahyudin tidak sendiri. Dalam sosialisasi empat pilar kali ini ia didampingi anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Heti Latifah. Heti mengingatkan bahwa berjuang saat ini lebih sulit dari masa lalu. Karena musuh yang dihadapi adalah kemiskinan dan narkoba.

Usai berbuka bersama dengan para santri, Mahyudin melaksanakan ibadah tarawih di Masjid Madinatul Iman Islamic Center Balikpapan. Mahyudin ternyata tetap menyempatkan waktu menyampaikan sosialiasi empat pilar kepada ratusan umat Islam yang melaksanakan salat tarawih.

Ia mengatakan NKRI didirikan bukan hanya untuk satu kelompok, namun semua kelompok dengan berbagai kepercayaan yang berbeda. Karena itu NKRI merupakan harga mati, tapi masyarakatnya penting melakoni hidup yang Islami. Misalnya, memelihara fakir miskin dan cinta damai.

"Jangan menghujat orang. Beberapa waktu lalu ada yang ribut di area car free day di Jakarta hanya karena menggunakan kaus berbeda. Ini kan tentu tidak baik. Harus diingat, Indonesia negara demokrasi, dimana yang berdaulat adalah rakyat. Jadi, mari memilih pemimpin yag amanah," pungkas Mahyuddin.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada yang Bisa Jawab Tiga Kuis Hidayat Nur Wahid


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler