Majelis Masyayikh Menggelar Pleno Dokumen Rekognisi Pembelajaran Lampau

Kamis, 31 Oktober 2024 – 08:53 WIB
Rapat pleno Majelis Masyayikh. Foto: source for JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Majelis Masyayikh menggelar rapat pleno di Jakarta, 29-31 Oktober.

Kegiatan itu dihadiri oleh Anggota Majelis Masyayikh dan mengundang perwakilan dari Kementerian Agama, Kasubdit Pendidikan Pesantren, Kasubdit Pendidikan Kesetaraan, Kabiro Hukum Kerjasama Luar Negeri dan Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma’had Aly.

BACA JUGA: Majelis Masyayikh Susun Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren

Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) menjadi salah satu pokok bahasan utama.

RPL merupakan kebijakan pengakuan terhadap kualifikasi individu berdasarkan capaian pembelajaran yang ditetapkan oleh Majelis Masyayikh. Hal ini juga sebagai bentuk tanggung jawab Majelis Masyayikh sebagaimana mandat UU No.18 Tahun 2019 penjelasan Pasal 26 ayat 1.

BACA JUGA: Ponpes Didorong Lahirkan Santripreneur Lewat Sekolah Bisnis Pesantren

Melalui kebijakan RPL, pendidik dapat mendapatkan pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal atau untuk melakukan penyetaraan kualifikasi tertentu.

RPL bertujuan untuk memberikan penghargaan dan pengakuan formal kepada para pendidik yang mendedikasikan hidup mereka untuk pengembangan pendidikan di lingkungan pesantren. Dengan adanya rekognisi ini, diharapkan para pendidik pesantren dapat memiliki hak dan kesempatan yang setara dengan pendidik di lembaga formal lainnya, sekaligus memberikan dampak pada peningkatan kualitas pendidikan di pesantren.

BACA JUGA: Kemenag Segera Lakukan Seleksi Petugas Haji 2025

Dalam sambutannya, Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin, atau Gus Rozin, menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai langkah strategis untuk memajukan mutu pendidikan pesantren dan memberikan apresiasi pada profesi pendidik pesantren di dalamnya.

“Secara substansi, RPL mendorong agar negara mengakui pendidik pesantren yang tidak menempuh jalur formal. Sejalur dengan itu kami juga mendorong percepatan lahirnya kebijakan dokumen kompetensi pendidik profesional," kata Gus Rozin.

KH. Abdul Ghofur Maimoen, atau Gus Ghofur, yang juga anggota Majelis Masyayikh menyatakan bahwa pesantren menjadi pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik atau khas dan beragam. Dengan kekhasannya tersebut pesantren mampu menghasilkan para ilmuwan yang memiliki kualitas sangat baik, sehingga penyelenggaraan rekognisi pembelajaran lampau ini akan sangat bermanfaat dengan syarat dilaksanakan dengan penuh pertimbangan.

“Penulisan dokumen ini merupakan salah satu langkah penting Majelis Masyayikh, tentunya juga sudah melewati banyak sekali pertimbangan, kriterianya apa yang bisa direkognisi, misal mengajar 10 atau 15 tahun dan mendapatkan rekomendasi dari anggota Majelis Masyayikh," ujar Gus Ghofur.

Melalui program RPL, beberapa persoalan terkait penyelenggaraan pendidikan pesantren dapat diatasi. Pertama, persoalan kualifikasi akademik guru atau ustadz di pendidikan pesantren dalam jabatan. Saat ini banyak guru dalam jabatan yang sudah mengajar puluhan tahun dengan ijazah yang tidak sesuai. Kedua, RPL menjadi solusi atas persoalan kualifikasi akademik para guru atau kiai-kiai yang tidak memenuhi kualifikasi akademik sebagai dosen namun memiliki keilmuan mumpuni yang dibutuhkan oleh Pesantren.

Selain membahas rekognisi pendidik lampau, Majelis Masyayikh juga membahas kompetensi pendidik profesional. Nantinya, dokumen kebijakan yang dirumuskan Majelis Masyayikh tersebut akan diajukan kepada Menteri Agama untuk ditetapkan menjadi Keputusan Menteri Agama (KMA). (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler