Makanan Manis Berdampak Buruk Buat Tumbuh Kembang Anak

Selasa, 22 Desember 2020 – 16:55 WIB
Dr Moretta Damayanti SpA(K), M.Kes, anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Foto tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Netti Herawati mengatakan, PAUD harus menjadi tempat yang membawa perubahan gizi bagi anak.

Bagaimanapun, apa yang dimakan anak tergantung orang tua dan guru.

BACA JUGA: Dokter Kesehatan Jiwa Ingatkan Orang Tua Dampak Pandemi terhadap Anak

"Kalau mau gizi anak baik, berarti bicara kompetensi guru dalam hal gizi dan kesehatan. Saya berharap semua PAUD ke depannya memiliki program makanan sehat sehingga memenuhi kebutuhan gizi anak," tutur Netti dalam webinar yang diselenggarakan Himpaudi bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Senin (21/12).

Salah satu kebiasaan makan anak yang sering abai diperhatikan adalah asupan gula pada anak.

BACA JUGA: Simak! Ini Penjelasan Dokter tentang Gejala-gejala Anak Terjangkiti Covid-19

Bila dihitung, dalam satu hari anak-anak bahkan bisa mengonsumsi gula hingga ¼ kg.

Selama ini, lanjutnya, masyarakat beranggapan gula secara harfiah.

Namun, gula itu adalah glukosa yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi anak seperti cokelat, permen, kue, snack.

Belum lagi jika anak diberi susu kental manis. 

"Anak memang mengatakan kenyang, tetapi bukan kenyang yang sesungguhnya. Karena itu anak menjadi terbiasa mengonsumsi makanan manis,” jelas Netti.

Pada kesempatan sama Dr Moretta Damayanti SpA(K), M.Kes, anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, kebiasaan konsumsi makanan manis pada anak, bisa berdampak buruk dalam tumbuh kembang anak.

Gula menyebabkan anak menjadi kenyang dan efek lanjutannya tumbuh kembangnya terhambat. Apalagi pada anak yang mengonsumsi kental manis.

"Bila orang tua merasa dengan susu saja sudah cukup, maka anak berisiko kurang gizi. Namun bila anak yang mengonsumsi kental manis masih suka makan dan ngemil, bahayanya adalah obesitas,” papar Dr Moretta Damayanti.

Karena itu, untuk anak usia dini, juga penting diajarkan apa yang harus dimakan dan dihindari. Yang terpenting dipahami orang tua adalah dalam memberikan asupan gizi untuk anak bukan sekadar anak menjadi kenyang. Namun, harus ada lemak dan proteinnya, karena ini penting untuk tumbuh kembang anak.

Sementara Ketua Harian YAICI Arif Hidayat membeber hasil penelitian yang dilakukan YAICI, PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah tentang persepsi masyarakat soal kental nanis pada 2020. Riset dilakukan di  DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku. Total responden adalah 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun. 

Dari penelitian ditemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari. 

Temuan lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, menyusul anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%.

Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1 – 2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun mengonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.

"Dilihat dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih,” pungkas Arif Hidayat. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler