jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan ibadah puasa merupakan praktik beragama yang dijalankan banyak umat.
Agama Hindu juga berpuasa wajib di hari besar. Jelang Paskah, umat Kristiani juga beribadah puasa.
BACA JUGA: Inilah Bukti Mas Nadiem Makarim Memprioritaskan Guru
"Oleh karena itu toleransi adalah nilai karakter yang harus dijalankan sebagai bagian hidup kebangsaan," kata Nadiem Makarim dalam webinar bertajuk 'Puasa, Kemanusiaan, dan Toleransi' yang dibesut Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Sabtu (8/5).
Nadiem menambahkan, di samping menjalankan ibadah puasa pada Ramadan ini, masih ada hal-lain lain yang harus dilakukan. Seperti menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, terlepas dari latar belakang agama dan golongan.
BACA JUGA: Nadiem Pamer Terobosan Merdeka Belajar, Jokowi: Bagus, Mas Menteri
Dia yakin semua umat beragama ingin menjalankan ibadah dengan tenang dan belajar tanpa paksaan, serta menjalin pertemanan dengan siapa saja.
"Tanamkan dalam benak kita rasa cinta terhadap perbedaan, lalu tularkan pada sekitar agar semua orang punya hak yang sama dalam beragama, belajar, dan berkarya. Mari sama-sama kita wujudkan Indonesia yang bebas dari intoleransi yang akan mengakslerasi kemajuan bangsa kita,” imbau Mendikbudristek.
BACA JUGA: Ada Surat Edaran Baru, Pos Penyekatan Langsung Dicabuti
Senada itu, tokoh agama yang cukup dikenal generasi muda, Habib Husein Jafar Al-Hadar, mengungkapkan, puasa mengajarkan kemanusiaan dan toleransi. Puasa mengajarkan umat untuk lapar. Meskipun kuat membeli makanan tetapi bisa merasakan sebulan ini beratnya jadi orang lapar.
"Kita belajar untuk tidak tega membiarkan orang lapar, selama kita masih bisa membantu,” ujarnya.
Habib Husein juga menekankan pentingnya penghayatan iman dalam berpuasa.
Belajar tidak mudah marah kepada orang lain. Ciri orang sukses puasa adalah bertakwa. Ciri orang bertakwa, kata Allah dalam surat Al-Imran, adalah tidak mudah marah, memaafkan orang lain yang membuat dia marah.
"Bukan hanya itu tetapi malah memberi sedekah kepada orang yang membuat dia marah,” tutur Habib Husein.
Pada kesempatan sama Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, menyatakan keprihatinannya akan intoleransi yang terjadi di sekolah-sekolah.
“Kita sering lupa akan nikmat kita tinggal di Indonesia,” ujar Yenny.
Dia menjelaskan, hal serupa tidak mudah ditemui di sejumlah negara.
"Ada negara yang bahkan umat agama apa pun, tidak boleh mengenakan atribut keagamaannya di ruang-ruang publik seperti rumah sakit dan sekolah,” ujar Yenny yang karena pekerjaannya, mengharuskan dirinya bepergian ke banyak negara.
Yenny mengatakan, di berbagai negara memang banyak represi terhadap ragam ekspresi keagamaan. Sementara di sini, pemerintah biasa membangunkan rumah ibadah untuk masyarakat.
"Di luar negeri, orang melihat keadaan negara kita itu kaget dan bingung,” ucapnya.
Menurut Yenny, ini karena Indonesia punya ikatan suci Pancasila. Pancasila menyatukan seluruh warga NKRI, di mana semua orang bisa mengekspresikan kebebasan beragamanya.
"Janganlah kita rusak dengan praktik-praktik intoleransi, justru harus kita kuatkan agar semua orang makin menghargai Pancasila,” imbau Yenny.
Sementara Kepala Pusat Penguatan Karakter Hendarman melaporkan, webinar ini merupakan bagian dari serial Ramadan Puspeka 1442 H.
Webinar ini mendapat sambutan luar biasa dari Sahabat Karakter, sapaan Puspeka kepada warga pendidikan seluruh Indonesia. Tercatat 8 ribu pendaftar webinar tersebut.
Webinar ini, jelas Hendarman, untuk memberikan penyadaran tentang sikap-sikap toleran yang biasa terjadi di lingkup satuan pendidikan sekaligus mengedukasi pentingnya sikap menjaga hubungan baik antar-manusia saat berpuasa.
"Toleransi merupakan suatu nilai karakter yang diterapkan dalam dunia pendidikan maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat," tandasnya. (esy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad