jpnn.com - Jogja terkenal dengan bahasa plesetan. Kota Malang terkenal dengan bahasa walikan. Semua kata akan dieja secara terbalik.
Malang menjadi Ngalam. Dan Singo Edan, julukan klum sepak bola Arema, menjadi Ongis Ngade. Becak menjadi Kaceb.
BACA JUGA: Bidik Turis Timteng, Malang Susun Strategi Pariwisata Halal
Namun, kali ini Kaceb bukan bahasa walikan untuk menyebut becak.
Kaceb adalah akronim dari ‘’kadrun dan cebong’’, dua sebutan dikotomis yang beberapa tahun terakhir ini memecah bangsa Indonesia menjadi dua.
BACA JUGA: Kemenag Targetkan Sertifikasi Halal 15 Juta UMKM Melalui 58 LPH PTKIN
Beberapa hari ini perang kaceb ramai di Malang. Di media sosial Kota Malang menjadi trending topics gegara munculnya spanduk bertuliskan ‘Malang Tolerant City Not Halal City’ terpasang di sejumlah titik.
Di antaranya di Balai Kota Malang, Gedung DPRD Kota Malang, dan Bundaran Alun-alun Tugu.
BACA JUGA: Prabowo & Sandi Jadi Pembantu Jokowi, Kenapa Harus Ada Cebong Vs Kampret?
Protes itu muncul karena Wali Kota Malang Sutiaji dianggap akan menjadikan Kota Malang sebagai ‘’The Halal City’’. Banyak yang meradang.
PDIP menjadi partai yang mengritik ‘’The Halal City’’ dan menegaskan bahwa Kota Malang belum punya regulasi peraturan daerah untuk menjadikannya sebagai ‘’The Halal City’’.
Kalau sampai wali kota mengajukan perda itu maka PDIP akan menjadi partai pertama yang menolak.
Pemerintah Kota Malang menjelaskan, tidak ada agenda menjadikan Kota Malang sebagai ‘’The Halal City’’. Yang ada dalam rencana pembangunan jangka menengah adalah program ‘’Malang Halal’’.
Program Malang Halal ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang sebagai bagian dari program Malang sebagai Kota Bermartabat.
Ada enam program andalan, yaitu Malang City Heritage, Malang 4.0, Malang Creative, Malang Halal, Malang Services dan Malang Nyaman.
Namun, opini netizen sudah kadung terbelah antara dua kubu kaceb. Saling serang dan saling hujat bermunculan dari ribuan netizen yang riuh rendah mengomentari topik Malang Halal.
Malang Halal merupakan sebuah gagasan pengembangan aspek pariwisata di Kota Malang yang digagas pada 2018 dan menjadi bagian dari program The Future of Malang.
Malang Halal menjadi salah satu konsep yang dinilai mampu meningkatkan value kota Malang dalam bidang pariwisata. Survei dunia menunjukkan bahwa wisatawan muslim dunia tengah tumbuh, sehingga ada peluang bisnis halal yang besar.
Narasi yang mucul ke publik justru tidak berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi justru toleransi. Kalangan yang protes menganggap gagasan itu adalah bentuk ancaman bagi kebinekaan serta dinilai tidak toleran bagi agama lain.
Kalau sudah menyangkut halal-haram netizen sangat cepat saling sahut dan saling hujat. Narasi halal lalu dikaitkan dengan penerapan syariat Islam dan pendukungnya serta-merta disebut sebagai kadrun.
Tanpa melihat narasi ekonomi yang lebih besar, saling tuding itu mirip seperti orang buta menggambarkan gajah.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia Indonesia punya potensi menjadi negara dengan basis ekonomi Islam yang terbesar di dunia.
Potensi itulah yang ingin dioptimalkan oleh pemerintah Indonesia dengan membentuk Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
Dr. Imron Mawardi, pengamat ekonomi syariah dari Universitas Airlangga melihat bahwa terpilihnya Menteri BUMN Erick Thohir menjadi Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) 2021-2024 menunjukkan keseriusan pemerintah Joko Widodo untuk mengoptimalkan potensi ekonomi syariat.
Hal ini membawa harapan baru bagi pengembangan ekonomi syariat. Pemerintah sangat serius dengan program ini. Hal itu terlihat dari dibentuknya Dewan Penggerak, Dewan Penyantun dan dipilihnya nama-nama besar di pemerintah dan swasta untuk menanganinya.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati sekarang adalah Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). Jika Sri Mulyani memiliki komitmen yang sama dengan Erick, harapan Indonesia menjadi pusat ekonomi syariat dunia 2024 bukan sekadar khayalan.
Sebagai Menkeu, Sri Mulyani bisa berbuat banyak untuk mendukung langkah pengembangan ekonomi syariat. Yang paling utama adalah melakukan berbagai inovasi keuangan seperti penerbitan sukuk, fasilitasi pembiayaan usaha mikro-kecil, dan kebijakan perpajakan untuk mendorong zakat.
Erick mengusung nama-nama besar di jajaran pengurus MES. Tidak tanggung-tanggung. Di Dewan Pembina ada Wapres Ma’ruf Amien yang didampingi oleh Ketua DPR Puan Maharani, Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua MUI KH Miftahul Akhyar.
Dewan Penggerak diketuai Menko Polhukam Mahfud MD dan dibantu lima menteri, yaitu Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menperin Agus Gumiwang, Menlu Retno Marsudi, Menpar Sandiaga Uno, Mendes, PDT dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Erick Thohir juga menggandeng Ketua KADIN, M Arsyad Rasyid sebagai Ketua Dewan Penyantun. Arsyad didampingi oleh Komisaris ABM Investama Rachmat Mulyana.
Juga ada Martin Hartono–putra taipan pemilik Djarum Budi Hartono–, Arini Subianto dan Farhat Brachma.
Di Dewan Pengurus Harian, Erick juga dibantu sejumlah menteri, yaitu Menkop Teten Masduki, Mendag Muhamad Lutfi, dan Kepala BKPM Bahlil Lahadlia. Juga Dirut Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi.
Melihat nama-nama besar itu, tampaknya Erick ingin membawa ekonomi syariat Indonesia menuju the next level yaitu menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2024 sebagaimana sudah dicanangkan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Selama ini ekonomi syariat hanya fokus pada keuangan dengan bermunculannya bank, padahal keuangan syariat hanya salah satu bagian saja dari pengembangan ekonomi syariah yang lebih luas.
Mengacu pada Global Islamic Economy, ada lima sektor lain selain keuangan syariat, yaitu halal food, halal fashion, halal cosmetics and pharmacy, halal tourism, dan halal media and recreation. Lima sektor ini pasarnya sangat besar di Indonesia dan belum banyak menjadi perhatian.
Program utama MES adalah pengembangan pasar industri halal di dalam dan luar negeri. Pasar halal industry yang mencakup lima sektor ini sangat besar. Pada 2023, diperkirakan mencapai USD 3.107 miliar.
Ini setara dengan tiga tahun PDB Indonesia, yang tahun 2020 baru USD 1.100 miliar.
Pasar makanan halal saja diperkirakan mencapai USD 1.863 miliar per tahun. Pada 2020, Indonesia masuk 10 besar pada seluruh kategori dan menempatkan Indonesia di peringkat keempat ekonomi syariah global (Global Islamic Indicator Report).
Program kedua adalah mengembangkan industri keuangan syariah. Kinerja bidang ini cukup baik, menjadikan posisi Indonesia naik signifikan pada berbagai pemeringkatan global.
The State of Global Islamic Indicator Report 2020/2021 menempatkan keuangan syariah Indonesia di posisi keenam.
Program ketiga Erick adalah investasi bersahabat yang melibatkan pengusaha daerah. Keempat adalah pengembangan ekonomi syariah di pedesaan secara berkelanjutan.
Di sinilah mungkin Erick perlu menggandeng Menteri Desa dan Pembangunan Daerah, Menteri Koperasi, dan Menperin, dan juga para kepala daerah.
Posisi Erick sebagai Men-BUMN seharusnya menjadikannya efektif menggerakkan ekonomi syariah. Sebagai dirigen, Erick tinggal mengkoordinasi nama-nama besar itu untuk bersama-sama mengembangkan ekonomi syariah.
Langkah yang dilakukan pemerintah Kota Malang dengan memasukkan program Malang Halal sebagai bagian dari program jangka menengah berkesesuaian dengan desain pengembangan ekonomi syariah yang dikembangkan Erick Thohir bersama MES.
Sayangnya masih banyak yang tidak paham terhadap ekonomoi syariah, dan selalu memandangnya dengan syak wasangka. Ekonomi syariat yang punya potensi besar ini sering terganjal oleh narasi-narasi yang dangkal yang mengaitkannya dengan radikalisme dan intoleranisme.
Perundungan terhadap pemerintah Kota Malang di media sosial menampilkan argumen yang dangkal, dan tidak didasari oleh argumen yang jernih berdasarkan data. Indonesia sudah menjadi bangsa yang terbelah antara kadrun dan cebong. Setiap ada masalah yang muncul, narasi yang muncul selalu terbelah dua secara dikotomis.
Malang Halal tidak ada hubungannya dengan kaceb, kadrun dan cebong. Malang Halal akan menguntungkan pada anak tukang kaceb, alias tukang becak. (*)
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror