Malaysia Siap Rebut Investasi

Selasa, 11 Desember 2012 – 09:09 WIB
JAKARTA - Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) setiap tahun sepertinya tidak lantas menjadikan pasar tenaga kerja di Indonesia membaik. Bahkan, efisiensi pasar tenaga kerja Indonesia justru anjlok signifikan.

Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung mengatakan, turunnya peringkat daya saing Indonesia menurut World Economic Forum (WEF) disebabkan oleh turunnya hampir semua komponen penilaian. "Tapi, kalau dicermati, yang turun paling tajam adalah komponen efisiensi tenaga kerja," ujarnya dalam laporan akhir tahun KEN "Prospek Ekonomi Indonesia 2013" di Jakarta, Senin (10/12).

Menurut CT, sapaan Chairul, peringkat efisiensi pasar tenaga kerja anjlok dari posisi 94 - 120 atau turun 26 peringkat. Komponen lain dengan penurunan terbesar ke dua adalah Kesehatan dan Pendidikan Dasar yang turun 6 peringkat. "Khusus untuk efisiensi tenaga kerja, sudah turun tajam dalam dua tahun terakhir," katanya.

Kajian KEN menyebut, anjloknya peringkat tersebut salah satunya disebabkan oleh regulasi dalam Undang-undang Tenaga Kerja di Indonesia yang membuat sulit bagi perusahaan untuk memberhentikan pekerja. "Keluhan ini sudah kita dengar sebelumnya," ucapnya.

CT mengatakan, maraknya demonstrasi buruh di berbagai wilayah menunjukkan bahwa posisi buruh semakin kuat dalam mendiktekan kemauannya terhadap pengusaha. "Tampaknya, kita memang bergerak ke arah yang salah," ujarnya.

Jika hal seperti ini terus berlangsung, lanjut dia, Indonesia berpotensi kehilangan investasi di sektor-sektor yang padat karya. Sebab, Malaysia disebut terus memperbaiki efisiensi pasar tenaga kerja mereka dan siap merebut investor di kawasan ASEAN. "Posisi Malaysia dalam hal efisiensi pasar tenaga kerja jauh lebih baik dari Indonesia, yakni di peringkat 24," jelasnya.

Menurut CT, hal itu harus disikapi dengan serius. Sebab, dengan wilayah geografis yang berdekatan, sangat terbuka kemungkinan larinya investor ke Malaysia, lalu mengekspor produksinya ke Indonesia. Dalam jangka panjang, ini bisa menjadikan Malaysia pusat produksi, sedangkan Indonesia hanya akan menjadi pasar. "Di era perdagangan bebas ASEAN, ancaman itu kian nyata" katanya.

Di tempat sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) SOfjan Wanandi kembali mengutarakan kegalauannya. Menurut dia, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa "era buruh murah sudah berakhir, belum tepat. "Ini pesan salah dari Pak Presiden (SBY)," ujarnya.

Sofjan mengatakan, sebelum menuntut pengusaha menaikkan upah buruh, pemerintah mestinya terlebih dahulu "memperbaiki infrastruktur transportasi/logistik, sehingga ekonomi biaya tinggi bisa ditekan. "Itu dulu yang harus diselesaikan," katanya.

Lalu, apa rekomendasi KEN? CT menyebut, solusi untuk memperbaiki efisiensi pasar tenaga kerja adalah dengan merevisi Undang-undang Tenaga Kerja. "Tujuannya, agar tercipta pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel," ucapnya. (owi)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Impor Singkong, DPR Kecewa

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler