Malaysia Terancam Perang Sipil

Pejuang Moro Siap Bantu Sultan Sulu

Selasa, 05 Maret 2013 – 05:15 WIB
SABAH - Angkatan bersenjata Malaysia kini tak lagi memandang sebelah mata kemampuan pasukan Kesultanan Sulu yang menyusup ke Negara Bagian Sabah. Untuk menghadapi ratusan gerilyawan Sulu yang mulai menginfiltrasi ke Sabah pada pertengahan Februari itu, pemerintah Malaysia menambah dua batalyon tentara dan mengirimkan kendaraan lapis baja. Anggota tentara negeri jiran tersebut diberangkatkan mengguanan pesawat komersial dari bebarapa kota.
   
Kepala Angkatan Darat Malaysia Zulkifeli Mohd Zin mengatakan pasukan Sulu yang menyusup ke negerinya sebenarnya tidak terlalu kuat. Namun, untuk melindungi warga Sabah, dia telah mengirimkan tambahan dua batalyon tentara lagi ke daerah Semporna dan Kunak.
      
Menurut Zulkifeli, pasukan Sulu ini datang menggunakan perahu kecil dari pulau Sibutu, sekitar 25 menit dari Semporna. Itulah mengapa pasukan Malaysia sulit mendeteksi kedatangan mereka. "Mereka datang menggunakan pakaian sipil, masuk ke Sabah, berkumpul dan mengganti dengan seragam militer," kata Zulkifeli seperti dikutip The Star kemarin (4/3).
      
Dia mengatakan, pasukan Sulu yang berjumlah tak sampai 300 orang tidak hanya berdiam di Lahad Datu, tapi menyebar hingga ke Kunak dan Semporna. Warga di desa Kinabatangan dan beberapa desa lainnya di Sabah juga mengaku melihat orang-orang bersenjata yang diduga pasukan Sulu. Hingga kini, sudah 27 orang dilaporkan tewas dalam baku tembak antara aparat keamanan Malaysia dengan pasukan Kesultanan Sulu. Sebagian besar besar korban adalah anggota pasukan Sulu.
      
Dari Filipina, Nur Misuari, pimpinan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) minta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) turun tangan menangani konflik di Sabah agar tidak membesar. Nur Misuari juga menawarkan dirinya menjadi mediator konflik antara Malaysia dan Sulu. "Tapi syaratnya, pemerintah Filipina tidak boleh terlibat," tutur Nur Misuari kepada harian The Philippine Star di Manila kemarin.
      
Misuari juga me-warning Perdana Menteri Malaysia Najib Razak agar tidak menganiaya warga keturunan Moro yang tinggal di Sabah. Dia minta Najib Razak menurunkan intonasi suaranya bila menyebut warga Moro atau Sulu. "Darah para saudara kami di sana (Sabah) adalah suci. Kami tidak ingin situasi yang berkembang di sana memicu kami untuk ikut berperang. Kami tidak suka itu," imbuh Misuari.
      
Gapul Hajirul, ketua divisi politik MNLF, mengingatkan Malaysia agar lebih bijak karena konflik di Sabah bias berkembang menjadi perang sipil. Menurut dia, saat ini lebih dari 8.500 warga Sabah merupakan keturunan suku Sulu, Tausug, dan Moro yang berpotensi mendukung Kesultanan Sulu. "Saya khawatir terjadi perang sipil karena ribuan orang keturunan bangsa kami tinggal di Sabah. Saudara-saudara kami suku Tausug, Sulu, dan Samal di Tawi-Tawi (pulau Filipina yang berdekatan dengan Sabah) bias ikut berperang di Sabah," kata Hajirul.
      
Sementara itu, Abraham Idjirani, juru bicara Kesultanan Sulu, menuding pasukan Malaysia telah membunuh seorang imam bersama empat orang putranya di wilayah Semporna. Imam ini diduga membantu pelarian beberapa orang keponakan Sultan Sulu Jamalul Kiram III.
      
Peristiwa itu terjadi Sabtu lalu (2/3) saat pasukan Malaysia tengah menyisir lokasi mencari anggota keluarga Kesultanan Sulu. Menurut Abraham, yang diburu adalah Alianapia Kiram, adik Sultan, dan Amer Bahar Kiram, keponakan Sultan. Keduanya telah tinggal bertahun-tahun di Semporna dan tidak terlibat pendudukan Lahad Datu yang dipimpin Raja Agbimuddin Kiram.
      
Menurut dia, saat itu pasukan Malaysia menyisir rumah-rumah warga sipil dan sampai ke kediaman Imam Maas. "Kepada para tentara imam ini mengaku telah melayani para keturunan sultan. Maas dan empat putranya langsung dihabisi," ujar Abrahan seperti dilansir ABS-CBN News. Namun pemerintah Malaysia belum mengonfirmasi kabar penembakan Imam Maas itu.
      
Sebuah kantor berita di Filipina menuliskan bahwa korban tewas telah mencapai 27 orang. Sebanyak 14 di antaranya adalah anggota pasukan Sulu, tujuh polisi Malaysia, seorang pemilik rumah tempat Agbimuddin Kiram tinggal di Desa Tanduo, dan Imam Maas beserta keempat putranya.
      
Dari tanah air, pemerintah Indonesia telah mengamankan WNI yang ada di Sabah. Sekitar 162 WNI pekerja ladang sawit diungsikan. Direktur Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri P.L.E. Priatna mengatakan, 162 WNI di Lahad Datu telah diungsikan ke kawasan sekitar 6 km dari pusat konflik. Mereka berada di tempat pengungsian hingga situasi benar-benar aman dan kondusif. "Tercatat 162 pekerja di ladang sawit Sahabat 17 telah diungsikan ke kompleks Embara sekitar 6 km dari tempat kejadian," ungkapnya di Jakarta kemarin.
      
Konjen RI di Kota Kinabalu Soepeno Sahid mengatakan kondisi WNI dalam kondisi aman. Pihaknya berkomitmen terus memantau dan berkomunikasi dengan aparat setempat. Priatna menambahkan pihaknya mengimbau agar semua WNI melindungi diri dan tidak melakukan tindakan berbahaya dengan mendekati lokasi konflik. Saat ini kapal-kapal tidak diperbolehkan merapat dan berlayar di dekat wilayah itu. "Para WNI ABK (anak buah kapal) sementara diliburkan," sebutnya.
      
Seberti diwartakan, Sabah yang kini menjadi bagian Malaysia, dulu merupakan wilayah Kesultanan Sulu yang disewakan kepada pemerintah kolonial Inggris. Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Lalu dilakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih bergabung dengan Malaysia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Hasilnya, rakyat Sabah memilih bergabung dengan Malaysia. Sabah sendiri punya kekayaan alam yang melimpah. Berdasar catatan 2011, wilayah Sabah punya cadangan gas alam 11 triliun kaki kubik dan cadangan minyak 1,5 miliar barel.
      
Aksi penyusupan berlangsung setelah Kesultanan Sulu merasa dirugikan dengan kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dan Moro di Kepulauan Mindanao. Kesepakatan yang dimediasi Malaysia pada Oktober 2012 itu menyebut Mindanao "termasuk Sulu" sebagai wilayah otonomi dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen.
      
Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu yang terletak di Filipina bagian selatan tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di tempat lain, yaitu Sabah. Itulah sebabnya aksi pendudukan orang Sulu ini merupakan masalah yang pelik bagi pemerintah Malaysia dan Filipina. Tentara Sulu sendiri sudah terbiasa melakukan perang gerilya di daerah Filipina Selatan yang selama ini menjadi basis pejuang Moro dan kelompok Abu Sayyaf. (AFP/gen/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sabah Belum Aman, Berkembang Isu Pembakaran Kampung

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler