jpnn.com - Aqiqah dan kurban ada persamaan, yakni sama-sama sunah.
Hal ini menurut mazhab Syafii (selama tidak nazar), serta adanya aktivitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong.
BACA JUGA: Dituding Habiskan Rp 30 Miliar untuk Bungkam Adam Deni, Sahroni: Memang Ente Siape? Mending Buat
Sementara perbedaan yang ada di antara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya.
Kurban hanya dapat dilakukan pada bulan Dzulhijjah, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya.
BACA JUGA: Inilah Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah, Sayang Jika Dilewatkan
Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya.
Dalam artian, anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rezeki untuk sekadar berbagi dalam menyongsong kelahiran anaknya.
BACA JUGA: Pulangkan Uang Donasi Rp 2 Juta dari Tiara Marleen, Haji Faisal: Sudah Tenang Saya
Hal ini sesuai sabda Rasulullah: Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi. (HR Bukhari).
Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh.
Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya.
Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik daripada tidak melaksanakanya.
Lantas manakah yang didahulukan antara kurban dan aqiqah?
Jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi.
Apabila mendekati hari raya IdulAda seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik daripada malaksanakan aqiqah.
Ada baiknya pula--apabila menginginkan keduanya (kurban dan aqiqah)-- mengikuti pendapat Imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan aqiqah sekaligus.
Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani:
Ibnu Hajar berkata seandainya ada seseorang menginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup.
Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi.
Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat Imam Ramli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging kurban lebih afdlal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji.
Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif.
Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada