JOGJAKARTA - Setelah molor sekian lama, PT Bank Mandiri (persero) Tbk optimistis dapat merilis kredit investasi kolektif-efek beragun aset (KIK-EBA) dalam waktu dekat. Rencananya, penerbitan salah satu instrumen derivatif pasar modal itu bakal mencapai Rp 800 miliar.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Pahala N. Mansury mengatakan, upaya sekuritisasi aset tersebut dilakukan terhadap produk pinjaman seperti kredit pemilikan rumah (KPR). Bahkan untuk menambah keuntungan bagi investor, dalam KIK-EBA tersebut dimungkinkan untuk memasukkan unsur obligasi.
"Mungkin nanti ada sedikit obligasi yang kami masukkan dalam KIK-EBA. Kemudian KIK-EBA tersebut mengeluarkan surat berharga, lalu kemudian dijual ke publik," terangnya kemarin (22/11).
Sebelumnya, wacana penerbitan KIK-EBA tersebut telah dihembuskan sejak akhir tahun lalu. Sayangnya, rencana penerbitan molor hingga hampir setahun. Jika jadi dirilis, KIK-EBA tersebut bakal di-bundling dengan obligasi rekap yang dimiliki perusahaan.
Pahala menambahkan, produk KIK-EBA yang bakal diluncurkan sekitar akhir 2013 atau sekitar awal 2014 ini akan ditujukan bagi pasar domestik, dan dikhususkan investor institusional.
BACA JUGA: Bakrie Terpental Lagi dari Orang Terkaya Forbes
"Produk ini belum banyak dikenal pasar. Karena itu kami fokuskan ke investor institusional seperti asuransi dan dana pensiun," jelasnya.
Dia mengakui, sejauh ini produk KIK-EBA belum begitu populer. Bahkan menurut catatan, hanya PT Bank Tabungan Negara persero Tbk (BTN) yang telah menerbitkan produk tersebut. Tak pelak, perdagangan KIK-EBA di Bursa Efek Indonesia pun masih sepi peminat dan belum terlalu likuid. Padahal, KIK-EBA dapat menjadi salah satu alternatif investor untuk berinvestasi selain saham dan obligasi.
"Bayangkan, sejak 11 tahun ada KIK-EBA, jumlah sekuritisasinya hanya Rp 2,9 triliun. Ini karena regulasi belum terlalu mendukung. Misalnya untuk mengajukan KIK-EBA saja mencapai 18 bulan. Selain itu juga pengenaan PPh (Pajak Penghasilan) Badan membuat produk ini kurang diminati," jelasnya.
Padahal, menurutnya, jika produk pasar modal ini dimaksimalkan maka dapat menarik jumlah dana yang cukup besar dari investor Indonesia di luar negeri yang selama ini enggan menaruh dananya di tanah air. Misalnya kebijakan repratiasi dividen yang menyebabkan keuntungan lebih baik dikirim ke luar negeri dibandingkan di Indonesia.
"Ada potensi USD 150 miliar yang bisa ditarik kembali ke Indonesia. Jumlah tersebut sudah mencapai separuh dana (perbankan) di Indonesia. Karena itu perlu ada insentif untuk memberi magnitude," jelasnya. (gal/sof)
BACA JUGA: RI Adu Cepat dengan Thailand
BACA JUGA: Tawarkan Kemudahan dan Fasilitas dengan Tiga Kartu Kredit Baru
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Bakal Ekspor Listrik ke Malaysia
Redaktur : Tim Redaksi