Mantan Bupati Aceh Tamiang Dituntut 7 Tahun 6 Bulan Penjara

Jumat, 02 Februari 2024 – 07:20 WIB
Mantan Bupati Aceh Tamiang Mursil (tengah) yang menjadi terdakwa mengikuti sidang dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh. ANTARA FOTO/Ampelsa

jpnn.com - BANDA ACEH - Mantan Bupati Aceh Tamiang Musril yang menjadi terdakwa korupsi pertanahan dituntut hukuman tujuh tahun enam bulan penjara.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Aceh Tamian Agussalim Harahap dan kawan-kawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Provinsi Aceh, Kamis.

BACA JUGA: Puluhan Ribu Warga Manado Ramaikan Hajatan Rakyat & Dukung Ganjar Berantas Korupsi

Selain pidana penjara, JPU menuntut terdakwa Mursil membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp 90 juta.

Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti kerugian negara, maka dipidana 3 tahun 6 bulan penjara.

BACA JUGA: KPK Bongkar Kasus Korupsi di Anak Perusahaan Telkom, Siapa Tersangkanya?

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Hamzah Sulaiman dengan didampingi hakim anggota R. Deddy dan Ani Hartati, terdakwa Mursil yang menjabat Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022 hadir ke persidangan didampingi tim penasihat hukumnya.

JPU dalam tuntutannya menyatakan terdakwa Mursil saat menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang pada 2009 menerbitkan sertipikat tanah eks hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit PT Desa Jaya.

BACA JUGA: Ribka Tjiptaning Dipanggil KPK terkait Kasus Korupsi, Hasto Singgung soal Kriminalisasi

Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak pernah diperpanjang hingga sekarang.

"Artinya, tanah HGU tersebut merupakan tanah negara. Selang beberapa waktu kemudian, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah tersebut dengan nilai Rp 6,4 miliar," kata JPU.

Berdasarkan fakta di persidangan, terdakwa menerima uang Rp 90 juta dari saksi Tengku Rusli yang juga dituntut dalam berkas perkara terpisah untuk penerbitan enam sertipikat tanah di lahan eks HGU tersebut.

"Atas perbuatannya, terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata JPU.

Selain Mursil, JPU juga menuntut dua terdakwa lainnya dalam perkara yang sama, yakni Tengku Yusni dengan hukuman 10 tahun 6 bulan penjara dan terdakwa Tengku Rusli dengan hukuman 9 tahun 6 bulan penjara.

Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Tengku Yusni membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp 7,9 miliar.

Apabila tidak membayar maka dipidana 5 tahun 3 bulan penjara.

Untuk terdakwa Tengku Rusli, JPU menuntutnya membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara serta uang pengganti kerugian negara Rp 5,4 miliar. Apabila terdakwa tidak membayar maka dipidana 4 tahun 9 bulan.

Berdasarkan fakta di persidangan, kata JPU, kedua terdakwa menguasai tanah negara yang izin HGU sudah berakhir sejak 1988.

Luas lahan eks HGU tersebut masing-masing lahan pertama mencapai luas 885,65 hektare dan lahan kedua seluas 1.658 hektare.

Kedua lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.

"Keuntungan dari penguasaan tanah negara yang dijadikan perkebunan sawit tersebut menyebabkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 7,9 miliar dan Rp 5,4 miliar," kata JPU.

Seusai mendengar pembacaan tuntutan oleh JPU, majelis hakim melanjutkan persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan nota pembelaan para terdakwa. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler