Mantan Bupati Buol Ditangkap, Dewan Suarakan Moratorium Sawit

Kamis, 27 September 2012 – 13:18 WIB
BUOL - Iklim investasi di Kabupaten Buol terus menggeliat, utamanya di sektor perkebunan kelapa sawit. Namun disaat investor sedang getol-getolnya berinvestasi, tiba-tiba DPRD Buol menyuarakan moratorium perkebunan kelapa sawit. Hal ini memunculkan polemik antara legislatif sebagai pengusung moratorium yang berhadapan dengan eksekutif, investor, dan masyarakat.

Konflik kepentingan terungkap saat Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Buol menggelar rapat penilaian dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Andal), RKL, dan RPL rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Agro Artha Surya (AAS), Senin (24/9).

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buol, Marwan Dahlan yang saat itu didampingi Kasmat Ibrahim, anggota dewan asal Partai Demokrat, yang sempat hadir dalam rapat menyampaikan adanya moratorium atau pembatasan terhadap perizinan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Buol. Menurut mereka, moratorium akan menjadi kontrol terhadap pemanfaatan lahan perkebunan oleh perusahaan, sekaligus sebagai tata kelola baru untuk perkebunan kelapa sawit.

“Agar supaya perizinan usaha perkebunan kelapa sawit tertata dengan baik dan berdaya guna bagi anak cucu kita kedepan. Kita perlu tata kelola yang baru supaya teratur, dengan konsekwensi tidak sembarang mengeluarkan izin,” sebut Marwan.

Kontan saja pernyataan Marwan dan Kasmat tersebut, mendapat sanggahan dari warga yang tengah bersiap melaksanakan perkebunan plasma kelawa sawit, karena merasa tersinggung. Menurut warga yang dibenarkan oleh Wakil Bupati Buol Ramli Kadadia, kehadiran investor sangat dibutuhkan oleh masyarakat Buol, diantaranya meminimalisir pengangguran dan dapat menyejahterahkan warga.

“Daerah kami butuh investor. Dengan adanya para pengusaha berarti mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja, bukan mau dihalang-halangai,” tukas Lut Paker, salah seorang tokoh masyarakat yang wilayah desanya akan dijadikan plasma kelapa sawit, di Desa Lakea Kecamatan Lakea.

Sementara itu Kasman Paliba SP MSi, salah seorang staf dari Dinas Perkebunan Kabupaten Buol kepada Radar Sulteng, Senin (24/9), mengaku belum pernah melihat aturan moratorium seperti yang disebutkan oleh kedua anggota dewan. “Belum ada itu moratorium, saya sudah lama di Disbun tak pernah tahu. Tidak ada surat masuk menyangkut moratorium,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Kepala Bagian Hukum dan Perundang-undangan Sekretariat Kabupaten Buol, Abdi Turungku SH, karena sepanjang pengetahuannya yang selalu mengarsipkan dan menginventarisir semua aturan, tidak pernah melihat apalagi menerima aturan moratorium seperti yang disampaikan Marwan Dahlan dan Kasmat Ibrahim. “Setahu saya tidak ada itu surat moratorium masuk ke kami di bagian hukum,” tandasnya.

Pun demikian tanggapan dari Plt Sekretaris Kabupaten (Sekab) Buol, Ibrahim AK Rasyid, saat memimpin rapat pembahasan Andal lanjutan untuk PT AAS, Senin malam (24/9), tak mengetahui adanya moratorium. Menurutnya, mungkin saja moratorium versi DPRD itu adalah moratorium yang dibuat dan berlaku secara internal di tubuh DPRD sendiri, sehingga bisa saja diabaikan oleh eksekutif.

Lut Paker, tokoh yang sempat memprotes pernyataan dua anggota dewan saat rapat Andal, meminta agar proses perizinan yang sedang dijalani oleh beberapa perusahaan kelawa sawit di Kabupaten Buol terus dilanjutkan hingga tuntas. Ia mengatakan perusahaan tidak perlu terpengaruh, apalagi takut dengan ancaman anggota dewan yang mungkin saja bertujuan membenturkan aturan perizinan yang berlaku dengan moratorium versi dewan, yang bermuara pada kepentingan politis, guna membatasi semangat beinvestasi di Kabupaten Buol. (mch)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua DPRD Kota Gorontalo Ditikam, Operasi Pekat Digiatkan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler