Mantan Ketum PAN Jadi Saksi Korupsi Alkes

Kamis, 20 Juni 2013 – 15:49 WIB
JAKARTA - Bekas Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir, menjadi saksi kasus dugaan korupsi proyek alat kesehatan dan perbekalan untuk wabah flu burung tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Kamis (20/6) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sebelum sidang, Soetrisno membantah menerima fee proyek Alkes. "Coba kalau anda semua dengarkan yang dikatakan saksi Yurida itu apakah anda mentransfer dana ke beberapa orang, ada nama Soetrisno Bachir, PT ini itu,  jadi bukan saya saja yang ditransfer Nuki melalui Bu Yuri. Artinya transfer itu biasa saja," kata Soetrisno, kepada wartawan, Kamis (20/6).

Seperti diberitakan, Soetrisno disebut menerima komisi pengadaan alat kesehatan di Kemenkes pada 2006 yang masuk lewat rekening pribadinya senilai Rp 222,5 juta dan perusahaannya, PT Selaras Inti Internasional, senilai Rp 1,23 miliar.

"Saya transfer Rp 222,5 juta ke rekening pribadi dan Rp 1,23 miliar ke perusahaan milik Soetrisno Bachir dari sekitar Rp 1,7 miliar yang diterima Nuki," kata Yurida Adlaini, pegawai Soetrisno Bachir Foundation saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis, 13 Juni 2013.

Yurida merupakan orang kepercayaan Nuki Syahrun, pegawai PT Heltindo International. Keduanya sama-sama bekerja di SBF. Nuki yang dimintai bantuan oleh Direktur PT Prasasti Mitra, Sutikno, untuk mencarikan perusahaan yang memiliki Mobile X-Ray.

Sutrisno menegaskan bahwa transfer itu adalah untuk pengembalian hutang ke perusahaannya.  "Transfer ke saya itu untuk mengembalikan hutang. Mungkin transfer ke lainnya transaksi bisnis. Tapi dengan saya pengembalian hutang," katanya. "Nuki itu hutang Rp 4 miliar, berarti masih kurang," tambah Bachir.

Menurut Soetrisno, dalam grup usahanya itu ada direksi yang mengelola perusahaan. "Saya ini hanya pemilik perusahaan," katanya.

Dia menjelaskan, transaksi pinjam meminjam itu dilakukan oleh Nuki, adik iparnya dengan direksi perusahaan. "Yang mengetahui itu adalah direksi. Waktu diminta jadi saksi di KPK, sudah saya jelaskan semua,"
ungkapnya.

Menurut dia, pinjam meminjam seperti itu biasa dilakukan. "Direksi saya itu ipar istri saya. Meminjami Rp 3 miliar - Rp 4 miliar itu biasa," kata dia.

Karenanya, Soetrino menegaskan, transfer itu tidak ada hubungan dengan proyek alkes. Bahkan, ia mengaku tak kenal dengan Ratna Dewi Umar. "Kenal saja tidak pernah," katanya

Soetrisno mengaku tidak berbisnis di proyek-proyek seperti itu. "Bisnis saya minyak, gas, sawit. (Proyek alkes) saya tidak tahu," ungkapnya.

Soetrisno menjelaskan bahwa rekening pribadinya dikelola oleh Board of Direction pada grup usahanya. "Inilah yang mengatur rekening pribadi dan perusahaan," terangnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pusat Kirim Tim Investigasi Kebakaran Hutan di Riau

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler