TEHERAN - Hubungan Iran dan Amerika Serikat (AS) bakal makin tegang. Di tengah kecurigaan Barat terhadap program nuklir Negeri Persia tersebut, pengadilan revolusi Iran kemarin (9/1) menjatuhkan hukuman mati terhadap mantan marinir AS Amir Mirzai Hekmati, 28, atas dakwaan sebagai mata-mata CIA (dinas intelijen AS).
"Terdakwa dijatuhi hukuman mati karena bekerja sama dengan musuh dengan menjadi anggota CIA dan berupaya mengaitkan Iran dengan terorisme," kata majelis hakim di Pengadilan Revolusi Teheran, seperti dikutip Kantor Berita ISNA.
Eksekusi Hekmati memang tidak akan segera dilakukan karena masih menunggu putusan terakhir dari Mahkamah Agung (MA). Lembaga yang menguatkan seluruh vonis hukuman mati di Iran itu bisa saja membatalkan putusan tersebut. Menurut Jaksa Ketua Gholam Hossein Mohseni Ejei, Hekmati juga punya waktu 20 hari untuk mengajukan banding atas vonis itu.
Meskipun lahir di Arizona, AS, Hekmati memiliki status warga negara ganda. Kakeknya selama ini tinggal di Iran. Menurut pihak keluarganya, Hekmati sedang mengunjungi kakek dan neneknya di Iran saat dia ditahan pada Desember lalu.
Keluarganya saat itu tak mampu menyewa pengacara. Hekmati pun akhirnya dibela pengacara yang ditunjuk oleh negara (Iran). Tetapi, dia hanya sekali bertemu dengan sang pengacara tersebut.
Sebelumnya, AS menuntut agar Iran membebaskan dia. Washington menyatakan, Teheran telah menolak akses Hekmati sebagai diplomat Swiss. Selama ini para diplomat dari negara itu mewakili kepentingan AS di Iran karena tak punya hubungan diplomatik sejak Kedubesnya di Teheran diduduki dalam revolusi Islam pada 1979.
Pertengahan Desember lalu, Hekmati mengakui bahwa dirinya adalah anggota CIA. Pengakuannya dalam bahasa Persia itu disebarluaskan media televisi Iran. Hekmati yang pernah bergabung dengan Korps Marinir AS itu mengaku menjalani pelatihan khusus sebelum dikirim ke Iran sebagai mata-mata CIA. Bahkan, sebelum menginjak Teheran, dia juga pernah bertugas di Iraq dan Afghanistan.
Sebelum menjalani serangkaian sidang terbuka, Hekmati menjalani hearing tertutup akhir Desember lalu. Ketika itu, jaksa pun telah mengajukan tuntutan hukuman mati kepada pria lajang keturunan Iran tersebut. Namun, Departemen Luar Negeri AS meminta Teheran membebaskan pria yang diakui Washington sebagai penerjemah militer tersebut.
Karena tidak mengakui kewarganegaraan ganda, Iran pun menganggap Hekmati yang lahir di Arizona dan belajar di Michigan itu sebagai warganya. Tetapi, Washington juga mengakuinya sebagai warga negara AS. Selama sidang, Pengadilan Revolusi Teheran selalu menyebut dia sebagai mohareb (pengkhianat) dan mofsed (penyebar korupsi di dunia).
Meski Hekmati mengakui tuduhan Iran sebagai mata-mata setelah tertangkap akhir tahun lalu, tidak demikian keluarganya. Sang ayah, Ali Hekmati, membantah putranya bekerja untuk CIA.
Dosen di sebuah kampus di Flint, Michigan, itu menegaskan bahwa Hekmati bukan mata-mata. "Saat ditangkap, dia sedang mengunjungi kakek dan neneknya di Iran," tuturnya seperti disampaikan pengacara Hekmati, Muna Jondy.
Sementara itu, Iran juga mengklaim bahwa mereka telah mengamankan sejumlah mata-mata AS lain pada Minggu lalu (8/1). Mereka mengklaim bahwa mata-mata yang tak disebutkan jumlah pastinya itu sengaja dikirim AS untuk mengacaukan pemilu legislatif Iran pada Maret mendatang.
Hingga kemarin belum ada penjelasan secara rinci perihal penangkapan itu. Bahkan, identitas mereka yang tertangkap pun masih dirahasiakan. (AFP/AP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menhan Kanada Nikahi Ratu Kecantikan Asal Iran
Redaktur : Tim Redaksi