Mantan Menlu Akui Dana Konferensi Dikorupsi

Selasa, 18 Desember 2012 – 22:44 WIB
JAKARTA - Mantan Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda mengaku tidak menyadari bekas bawahannya menilep anggaran untuk membiayai sejumlah konferensi internasional yang diselenggarakan Kemlu dalam kurun waktu 2004-2005. Hal itu diungkapkan Hassan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (18/12).

"Saya sampai dengan ditemukannya pemeriksaan internal selama dua tahun, kemudian baru saya mengetahui ada pelanggaran di situ," ujar Hassan yang diperiksa sebagai saksi bagi mantan Sekjen Deplu, Sudjadnan Parnohadiningrat yang menjadi tersangka korupsi biaya seminar internasional.

Dalam konteks waktu, katanya, kasus korupsi di Kemlu itu diduga terjadi antara tahun 2004 dan 2005, saat keadaan Indonesia benar-benar terpuruk. Menurutnya, saat itu Indonesia dianggap sebelah mata oleh negara tetangga.

Oleh karena itu, kata dia, atas permintaan Presiden Megawati yang kemudian diteruskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kemlu menyelenggarakan konferensi-konferensi internasional yang sifatnya untuk membantu meemulihkaan posisi Indonesia di pergaulan dunia.

Konferensi semakin gencar dilakukan setelah adanya bencana gempa bumi dan tsunami di Indonesia pada akhir 2004. Ia memperkirakan ada sekitar 15-17 konferensi internasional yang diadakan Indonesia untuk memperbaiki kondisi itu. Di situlah ia mengaku tidak tahu telah terjadi pelanggaran.

"Konferensi ini sangat strategis. Bayangkan pada tahun 2000 dengan adanya bom Bali I dan II, turis berhenti datang ke Bali. Indonesia yang dikecam. Indonesia saat itu dianggap tidak melakukan cukup upaya karena itu pemikiran saya untuk menyelenggarakan konferensi regional mengenai kontra terorisme dalam upaya memberantas teroris," paparnya.

Ditambahkannya, pelanggaran baru diketahui setelah Inspektorat Jenderal Kemlu memberikan laporan hasil pemeriksaan anggaran untuk konferensi itu. Laporan adanya pelanggaran juga didapat dari BPKP yang melakukan audit di Kemlu.

"Ini sebagai proses hukum harus dibuktikan, perhitungan anggaran harus diaudit. Ada lembaga audit negara, silahkan saja proses hukum.Ketika pengawas saat itu belum menemukan dugaan pelanggaran ya kita tidak boleh berprasangka adanya pelanggaran. Setelah ditemukan baru kita tahu," jelasnya.

Meski akhirnya mengetahui ada pelanggaran, Hassan mengungkapkan juga manfaat konferensi internasional yang digelar saat itu. Di antaranya, Indonesia mendapat bantuan USD 55 juta dari negara tetangga.

Uang itu digunakan untuk memberdayakan Polri dan mendirikan sekolah antiterorisme. Selain itu, Indonesia juga menerima bantuan internasional sedikitnya USD 7,5 miliar untuk tanggap darurat, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masih Kesakitan, Tersangka Proyek Alquran Belum Ditahan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler