Mantan Menteri Kominfo Lemahkan Dakwaan Jaksa

Sofjan Djalil: IM2 itu Mobil yang Lewat Tol

Kamis, 16 Mei 2013 – 17:04 WIB
JAKARTA - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Sofjan Djalil mengatakan bahwa dalam aturan telekomunikasi, pemerintah mewajibkan peserta lelang harus memiliki infrastruktur jaringan telekomunikasi yang luas dan memiliki modal besar. Hanya saja, sekalipun operator seluler sudah mendapatkan izin frekuensi 3G, mereka wajib bekerjasama dengan pihak lain agar tidak ada unsur monopoli.

Hal itu disampaikan Sofjan Djalil menjawab pertanyaan Luhut MP Pangaribuan, Kuasa Hukum terdakwa, Mantan Dirut PT Indosat Mega Media Indar Atmanto di persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (16/5).

"Operator penyelenggara jaringan sebagai pemilik izin penggunaan frekuensi 3G wajib bekerjasama dengan penyelenggara jasa lain untuk menyediakan jasa internet," ungkap Sofjan di hadapan majelis hakim.

Karena itu, kata Sofjan Djalil,  sangat wajar jika operator seluler sebagai penyelenggara  jaringan bekerjasama berbagai penyelenggara jasa. Dalam kasus ini, beber dia, Indosat sebagai penyelenggara jaringan bekerjasama dengan IM2 sebagai penyelenggara jasa internet atau internet service provider (ISP). 

"Jadi bentuk Perjanjian Kerjasama (PKS) Indosat-IM2 adalah wajar,” tegasnya. 

Untuk memberi pemahaman yang lebih mudah, Sofjan mengibaratkan IM2 itu seperti mobil yang melaju di jalan tol. Di mana mobil itu cukup membayar sewa tol.  “IM2 sebagai penyedia jasa cukup bekerjasama dengan Indosat dan tidak perlu investasi besar-besaran jaringan," jelas Sofjan lagi.

Ditambahkan, Indosat  bisa saja menyelenggarakan sendiri jasa internet tanpa harus mendirikan anak usaha IM2, karena dari sisi perpajakan biayanya akan menjadi dobel. Namun dari sisi manajemen bisnis, dengan pemisahan ini, Indosat akan lebih fokus menjaring banyak pelanggan.

Lebih lanjut, Sofjan Djalil menerangkan, setelah lelang frekuensi 3G dilakukan, pemerintah terus memantau penggunaan frekuensi melalu Balai Monitor (Balmon). Pemerintah mengawasi apakah ada penyalahgunaan penggunaan frekuensi secara bersama-sama. Namun selama ia menjabat tidak ada pelanggaran penggunaan frekuensi Indosat.

"Selain itu, IM2 adalah penyelenggara jasa maka tidak ada alasan apapun bagi negara untuk meminta IM2 Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi karena dia bukan penyelenggara jaringan," ungkapnya.

Saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan adalah Nonot Harsono, komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Namun, saat Nonot bersaksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung sempat keberatan karena Nonot dianggap terlalu sering bersaksi di pengadilan.

Selain keberatan dengan Nonot Harsono, JPU Kejagung juga sempat menilai bernada merenahkan Dian Adriawan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dian Adriawan, dianggap jaksa bukan sebagai ahli. “Kami ini yang ahli hukum, bukan dosen,” ujar jaksa, dengan nada tinggi.

Hanya saja, hakim tak menggubris keberatan jaksa dan melanjutkan persidangan.

Dalam kesaksiannya, Nonot Harsono menyebutkan, sebenarnya, penyelenggara jasa dengan bisnis level UKM bisa bekerjasama dengan penyelenggara jaringan dalam hal ini operator seluler. 

"Karena itu wajar saja ada perjanjian business to business (B to B) antara operator dan penyelenggara jasa, karena itu adalah refleksi dari usaha. Jadi pemerintah tidak bisa ikut campur," ungkapnya.

Keterangan Sofjan dan Nonot hari ini kembali melemahkan dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa ada pelanggaran atau penggunaan frekuensi 3G bersama antara Indosat dan IM2.(fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran 7 Kementerian/Lembaga Dipotong Triliunan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler