Mantan Penyidik Desak Kewenangan KPK Dibatasi

Senin, 16 Juli 2012 – 19:40 WIB

JAKARTA--Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata masih menyimpan kontroversi. Salah satu pendapat  kontra tentang sistem kerja dan wewenang KPK datang dari mantan penyidik KPK, Tumpak Simanjuntak.

Tumpak yang kini bekerja di Biro Perencanaan Kejaksaan Agung ini mempertanyakan kewenangan KPK, yang menurutnya melebihi Kejaksaan Agung. Padahal KPK bersifat Ad Hoc.

"KPK ketika menyita barang bukti tidak perlu izin pengadilan atau memblokir rekening tanpa izin lembaga terkait. KPK juga tidak perlu ada ijin dari Bank Indonesia kalau ada penyidikan uang-uang yang ada di bank, tidak perlu perlindungan pada hak asasi manusia. Ini berbeda dengan kewenangan Polri dan Kejaksaan Agung," kata Tumpak saat mengikuti seminar "Eksistensi Lembaga 'Penegak Hukum' Ad Hoc Ditinjau dari Sistem Peradilan Pidana" di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (16/7)

Akibat berbagai perbedaan kewenangan ini, Tumpak menilai ,pemerintah tidak tegas dalam memberikan batasan sampai kapan KPK berdiri beserta wewenang yang melekat padanya. Ia berpendapat, seharusnya kewenangan yang lebih besar diberikan pada kepolisian dan kejaksaan. Ia menganggap ini sebagai diskriminasi.

"Menurut saya, KPK sebagai lembaga Ad Hoc harus ada batasan lembaga ini berdiri karena akan menjadi persaingan dengan lembaga resmi , jadi harus ada ketegasan dari pemerintah," kata Tumpak.

Sementara itu, ihwal berdirinya KPK diungkapkan oleh Luhut Pangaribuan, Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Indonesia.

Luhut yang juga praktisi hukum itu mengatakan KPK dibentuk karena lembaga konvensional seperti kepolisian dan kejaksaan dianggap tidak cukup memberikan harapan bagi masyarakat untuk memberantas kasus korupsi yang merajalela.

Kehadiran KPK ini juga diikuti dengan terbentuknya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. KPK pun mendapat kewenangan khusus dibanding Kejaksaan Agung dan Polri.

Beberapa diantaranya KPK dapat menyusun jaringan kerja yang kuat dan memperlakukan kepolisian dan kejaksaan sebagai counterpartner.

"KPK juga berfungsi sebagai pemicu atau triger mechanism pada lembaga kepolisian dan kejaksaan dimana dapat mengambil alih kewenangannya untuk memeriksa suatu kasus," terangnya.

KPK juga secara langsung dapat melakukan supervisi dengan dua lembaga tersebut. Selain itu, dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, melakukan tindakan pencegahan korupsi dan memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.

"Inilah yang menyebabkan adanya kontra juga. Karena sebagian kalangan menilai bahwa tidak ada satu negara pun yang membentuk lembaga ad hoc yang diberi yudisial apalagi melakukan intervensi," terangnya.

Ia menyatakan pemerintah perlu mengkaji kembali pendekatan lembaga ad hoc agar tidak terjadi simpang siur dalam dalam lembaga peradilan dan tatanan hukum untuk pemberantasan korupsi. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Djoko Tjandra Diduga Bohongi Pemerintah Papua Nugini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler