Mantan Pj Gubernur Aceh Dilaporkan ke KPK

Dugaan Terima Gratifikasi di Perkawinan Anak

Senin, 02 Juli 2012 – 08:50 WIB

BANDA ACEH  –  Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melaporkan mantan penjabat (Pj) Gubernur Aceh Ir. Tarmizi A. Karim, MSc ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena disinyalir menerima gratifikasi pada resepsi pernikahan putrinya yang dilaksanakan pada 5 Mei yang lalu di gedung Balai Sudirman Jakarta.

“Hasil penelusuran MaTA, Tarmizi A. Karim selaku pejabat negara belum melaporkan gratifikasi diterimanya dari sejumlah tamu hadir pada resepesi pernikahan tersebut ke KPK,” kata Koordinator Bidang Advokasi Korupsi dan Monitoring Peradilan,MaTA, Baihaqi, Minggu (1/7) kepada rakyat Aceh.

Dia menjelaskan, MaTA telah menyurati KPK pada Jumat (29/6) lalu. Dalam surat dengan nomor 032/B/MaTA/VI/2012 ditanda tangani Koordinator Badan Pekerja MaTA Alfian, MaTA meminta kepada KPK melakukan verifikasi dan menindaklajuti potensi adanya gratifikasi  sesuai dengan ketentuan yang ada.

Langkah tersebut, kata dia penting segera dilakukan oleh KPK mengingat Tarmizi A. Karim, merupakan seorang pejabat negara, sehingga nantinya diketahui apakah gratifikasi yang diterima tersebut berpotensi suap ataupun tidak.

”MaTA tidak memiliki maksud mencampuri urusan pernikahan. Akan tetapi hal ini kami lakukan sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999. Sehingga pejabat negera melakukan kepatutan sesuai norma hukum.”ujarnya.

Selain meminta KPK menindaklanjuti dugaan gratifikasi yang berpotensi suap, dalam surat tersebut MaTA juga meminta kepada KPK untuk melakukan verifikasi dan menelusuri biaya transportasi dan biaya akomodasi tamu dari Aceh untuk menghadiri resepsi pernikahan putri mantan Pj. Gubernur Aceh itu.

Upaya tersebut perlu dilakukan KPK, karena pihaknya menduga biaya tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2012. “Ini dibutuhkan kepastian yang jelas dari KPK sehingga nantinya jelas bahwa apakah Tarmizi A. Karim telah melakukan penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara atau tidak,”sebutnya.

Sementara itu berdasarkan Undang – Undang (UU) nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam pasal 12 B pada ayat (1) bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Yang meliputi ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Selanjutnya dalam pasal 12 C pada ayat (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B pada ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan pada ayat (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. (slm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini, Dhana Mulai Disidang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler