jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura terus mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mengolahan bawang dan cabai, terutama saat produksi melimpah.
"Pak Menteri menginginkan adanya solusi saat produksi melimpah, dan kami diperintahkan untuk selalu berada di lapangan, membersamai petani dan berinovasi untuk mewujudkan petani yang mandiri," paparnya, seperti dikutip dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (28/6).
BACA JUGA: Bawang Merah dan Cabai Rawit Rubaru, Potensi Andalan Hortikultura Sumenep
Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto melihat langsung sistem pengolahan bawang dengan kunjungan ke Kelompok Wanita Tani (KWT) Putri Tumpeng di Desa Mandala Kec. Rubaru Kab. Sumenep, Jawa Timur, Jumat (25/6).
Prihasto menyebutkan KWT Melati Mandala dan KWT Putri Tumpeng ini telah mendapatkan bantuan sarana pengolahan bawang berupa vacum frying, spinner, pemotong bawang, continuous seluler.
BACA JUGA: Ditjen Hortikultura Kementan Kucurkan Bantuan Demi Menggenjot Produksi Bawang Putih
"Penerapan program Kementan yang ingin menjadikan UMKM memiliki nilai tambah dan daya saing telah diwujudkan secara nyata dengan penyerahan bantuan APBN," katanya.
Dia mengingatkan kepada kelompok tani dan KWT penerima bantuan untuk merawat dan menjaga serta menggunakan bantuan tersebut sebaik-baiknya.
BACA JUGA: Teknologi UHDP Perkuat Kampung Hortikultura
"Bantuan ini ialah aset negara, harus kita manfaatkan dengan baik, harus di rawat, jadi tentunya kita akan evaluasi betul, kalau tidak dimanfaatkan dengan baik maka akan kita pindahkan ke kelompok yg lebih membutuhkan, daripada mangkrak, kan sayang," tegas Prihasto.
Pada 2021, lanjut Prihasto, kedua kelompok tersebut sudah mendapatkan bantuan prasarana pengolahan berupa bangunan rumah olahan sebagai pengutuhan UMKM.
Dia berharap ke depannya bantuan alat pengolahan ini dapat di tempatkan pada rumah yang hygienis agar sesuai dengan kaidah Good Manufacturing Practices (GMP).
"Untuk mendapatkan 25 kilogram bawang goreng, para kelompok tani ini harus mengolah 100 kilogram bawang segar. Harga bawang merah goreng rata-rata di bandrol Rp 20 ribu per 100 gram, sehingga 1 kilogram bawang goreng seharga Rp 200 ribu," ujarnya.
Menurut Prihasto, tingkat penjualan olahan bawang merah memang mengalami penurunan di era pandemi Covid-19.
Hal ini karena adanya pembatasan orang berkumpul di tempat keramaian, sehingga orang-orang lebih memilih di rumah.
Mengantisipasi penurunan pemasaran lokal ini, kelompok wanita tani tersebut kembali mengatur strategi dengan berinovasi menghadirkan beberapa varian rasa.
"Seperti rasa keju dan original yang diharapkan dapat diterima semua kalangan," beber Prihasto.
Ketua KWT Melati Mandala Endang tak menampik mengolah produk Hortikultura ini adalah salah satu cara untuk meningkatkan umur simpan bawang, sehingga tidak mudah rusak selama pendistribusian.
"Pemasarannya direct selling, door to door dan berjualan melalui e-commerce karena ini salah satu strategi untuk menyiasati turunnya permintaan selama masa pandemi”, bebernya.
Lain halnya dengan ketua KWT Putri Tumpeng Holilah yang justru mengapresiasi kinerja menteri pertanian, karena kinerjanya langsung dirasakan oleh petani di desa.
"Saya angkat jempol untuk Pak Mentan, banyak sekali bantuan yg kami terima, itu semua paket lengkap, pokoknya kami itu hanya modal semangat saja. Ini baru saja pak Dirjen Hortikultura Kementan datang melihat langsung dan berdiskusi dengan kami para KWT," katanya.
Sebagai informasi, Kementan terus berfokus menggenjot produksi subsektor hortikultura.
Pasalnya, komoditas ini ditengarai sangat berpengaruh pada inflasi. Fluktuasi harga cabai dan bawang merah memang sering terjadi.
Namun, jika produksi melimpah, harga cabai dan bawang seringkali anjlok.
Hal ini yang mendasari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menginstruksikan kepada Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto untuk segera mendorong bangkitnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk olahan bawang dan cabai di tengah masyarakat. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia